Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan KPK soal Kemiripan Kasus Korupsi E-KTP dengan Modus Pencucian Uang

Kompas.com - 29/03/2018, 21:14 WIB
Robertus Belarminus,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya akan menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto sepanjang ada bukti bahwa mantan Ketua DPR itu melakukan pencucian uang.

Hal itu disampaikan Febri menanggapi pernyataan jaksa KPK saat membacakan tuntutan, yang menyebut tindak pidana yang dilakukan Novanto sangat mirip dengan upaya pencucian uang.

"Pengembangan bisa dilakukan terhadap perbuatan lain yang diduga dilakukan terdakwa Setya Novanto. Apakah tadi yang disebut seperti TPPU, atau perbuatan yang lain. Atau pengembangan juga dapat dilakukan sepanjang ada buktinya terhadap aktor-aktor lain dalam kasus KTP elektronik," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (29/3/2018).

(Baca juga: Novanto Disebut Tekan Miryam untuk Cabut Keterangan, Apa Langkah KPK Selanjutnya?)

Febri melanjutkan, hal ini karena KPK tidak akan berhenti sampai tersangka yang terakhir kali ditetapkan yakni Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung. Sebab, lanjut Febri, KPK masih meyakini ada pelaku lain dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.

Jaksa KPK Irene Putrie sebelumnya menyebut tindak pidana yang dilakukan terdakwa Setya Novanto sangat mirip dengan upaya pencucian uang. Hal itu disampaikannya saat membacakan surat tuntutan terhadap Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3/2018).

"Tidak berlebihan jika jaksa menyebut ini sebagai tindak pidana korupsi bercita rasa pencucian uang," ujar jaksa Irene Putrie.

(Baca juga: Setya Novanto Dituntut Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 72,5 Miliar)

Menurut Irene, uang yang diduga diterima Novanto dalam proyek pengadaan e-KTP dialirkan melalui AS, India, Singapura, Hong Kong, Mauritius, dan Indonesia.

Menurut jaksa, dalam persidangan juga telah dibeberkan fakta berupa metode baru dalam mengalirkan uang hasil kejahatan dari luar negeri.

Aliran uang itu tanpa melalui sistem perbankan nasional sehingga akan terhindar dari deteksi otoritas pengawas keuangan di Indonesia.

Kompas TV Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto dituntut hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com