Hal itu disampaikan Febri menanggapi pernyataan jaksa KPK saat membacakan tuntutan, yang menyebut tindak pidana yang dilakukan Novanto sangat mirip dengan upaya pencucian uang.
"Pengembangan bisa dilakukan terhadap perbuatan lain yang diduga dilakukan terdakwa Setya Novanto. Apakah tadi yang disebut seperti TPPU, atau perbuatan yang lain. Atau pengembangan juga dapat dilakukan sepanjang ada buktinya terhadap aktor-aktor lain dalam kasus KTP elektronik," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Febri melanjutkan, hal ini karena KPK tidak akan berhenti sampai tersangka yang terakhir kali ditetapkan yakni Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung. Sebab, lanjut Febri, KPK masih meyakini ada pelaku lain dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
Jaksa KPK Irene Putrie sebelumnya menyebut tindak pidana yang dilakukan terdakwa Setya Novanto sangat mirip dengan upaya pencucian uang. Hal itu disampaikannya saat membacakan surat tuntutan terhadap Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3/2018).
"Tidak berlebihan jika jaksa menyebut ini sebagai tindak pidana korupsi bercita rasa pencucian uang," ujar jaksa Irene Putrie.
Menurut Irene, uang yang diduga diterima Novanto dalam proyek pengadaan e-KTP dialirkan melalui AS, India, Singapura, Hong Kong, Mauritius, dan Indonesia.
Menurut jaksa, dalam persidangan juga telah dibeberkan fakta berupa metode baru dalam mengalirkan uang hasil kejahatan dari luar negeri.
Aliran uang itu tanpa melalui sistem perbankan nasional sehingga akan terhindar dari deteksi otoritas pengawas keuangan di Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/29/21145741/tanggapan-kpk-soal-kemiripan-kasus-korupsi-e-ktp-dengan-modus-pencucian-uang