Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Pemerintah Jangan Terlalu Murah Keluarkan Perppu

Kompas.com - 29/03/2018, 05:05 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menilai, wacana pembuatan aturan pergantian peserta pilkada yang terjerat proses hukum perlu dipertimbangkan dengan matang.

Menurut Jimly, bila pilihannya melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), maka pemerintah harus melihat faktor kegentingan di dalamnya.

"Kalau keadaannya mendesak ya perppu. Tetapi kita jangan terlalu murah dengan perppu itu," ujar Jimly di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Jimly mengingatkan pemerintah bahwa dikeluarkannya perppu hanya untuk kondisi yang dinilai genting atau darurat. Namun, menurut dia, pemerintah juga perlu cermat dan tidak menganggap satu kondisi sebagai kegentingan.

"Jadi ada prosedurnya sendiri supaya pemerintah tidak terlalu royal membuat perppu," kata dia.

Namun, bila pilihannya melalui peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), maka Jimly mengingatkan adanya potensi pelanggaran Undang-Undang Pemilu.

(Baca juga: Pemerintah Diminta Terbitkan Perppu jika Ingin KPU Ubah PKPU Pencalonan)

Meski begitu, bukan aturan itu tidak mungkin ada di PKPU. KPU tutur dia hanya perlu melihat apakah ada kekosongan pengaturan dalam undang-undang terkait pergantian peserta pilkada.

Bila ada, maka menurut Jimly, KPU bisa mengisi kekosongan itu. Hal ini dinilai akan jauh lebih baik ketimbang KPU menabrak undang-undang yang ada.

"Sesuatu yang tidak melanggar itu artinya boleh, kan begitu. Yang penting jangan melanggar undang-undang. Itu terpulang pada KPU untuk merumuskan," kata Jimly.

KPK sebelumnya mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat perppu yang memberikan jalan agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah peserta Pilkada Serentak 2018 yang ditetapkan sebagai tersangka.

Hingga saat ini, sudah ada delapan orang calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka atas dugaan korupsi KPK.

(Baca juga: KPU Pertanyakan Dasar Hukum Usulan Pemerintah Ubah PKPU Pencalonan)

Penyataan KPK itu lantas direspons oleh pemerintah dengan melempar wacana mendorong agar KPU mau merevisi aturan dan mengakomodasi ruang agar parpol bisa mengganti peserta pilkada yang berstatus tersangka.

Namun Komisioner KPU RI Viryan mengatakan, tak elok jika KPU mengubah PKPU hanya untuk mengakomodasi usulan pemerintah.

"Aturannya sudah ada, permainannya sudah berjalan, masak ada aturan di tengah jalan, kurang pas lah," kata Viryan di Kantor KPU RI, Jakarta.

Viryan mengatakan, aturan tak perlu diubah untuk mengedepankan asas keadilan bagi semua calon kepala daerah yang berlaga di Pilkada.

Kompas TV Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), mengajukan beberapa usulan untuk mengatasi polemik ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com