JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai wajar bila partai politik menginginkan adanya aturan baru untuk mengganti calon kepala daerah yang berstatus tersangka.
Sebab, adanya calon kepala daerah yang berstatus tersangka tak sepenuhnya menjadi kesalahan partai dalam menyeleksi.
Menurut dia, terkadang calon kepala daerah yang dinilai publik bersih ternyata di kemudian hari bisa pula memiliki kasus hukum. Hal itu tak sepenuhnya bisa dikontrol oleh partai.
"Kami tidak pernah tahu bahwa proses hukum yang terjadi pada seseorang itu misalnya datang secara tiba-tiba. Misalnya, ada seseorang yang dianggap bersih tiba-tiba kena masalah hukum, kami, kan, tidak tahu," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3/2018).
(Baca juga: Golkar Dukung Opsi Apa Pun demi Ganti Peserta Pilkada Berstatus Tersangka)
Ace menambahkan, upaya menyiasati aturan agar calon kepala daerah berstatus tersangka bisa diganti justru menguntungkan masyarakat karena tak perlu memilih calon yang bermasalah secara hukum.
Ia mengharapkan Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengganti Pasal 54 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam pasal tersebut, calon kepala daerah bisa diganti jika berhalangan tetap. Namun, makna berhalangan tetap dalam pasal tersebut hanya dimaknai bila calon kepala daerah meninggal dunia.
Menurut dia, pemaknaan berhalangan tetap bisa pula ditujukan kepada calon kepala daerah yang kemudian berstatus tersangka. Sebab, calon kepala daerah itu tak bisa mengikuti tahapan pilkada seperti kampanye.
"Apalagi, calon kepala daerah tersebut kena OTT (operasi tangkap tangan) dan dia ditahan. Itu otomotis dia tidak bisa mengikuti tahapan pilkada dan dia tidak bisa diganti menurut Undang-Undang Pilkada," kata Ace.
(Baca juga: Ini Daftar Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka Korupsi dan Parpol Pengusungnya)
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi Peraturan KPU (PKPU) agar partai politik bisa mengganti calon kepala daerah yang diusung namun telah berstatus tersangka.
Dengan demikian, partai politik yang mengusung calon kepala daerah dengan status tersangka tak dirugikan pada hari pencoblosan dengan citra pasangan calon yang telah tergerus.
Namun, usulan pemerintah tersebut ditolak oleh KPU. Mereka menolak untuk merevisi PKPU tersebut jika tidak ada perppu sebagai acuan perubahan aturan teknis penyelanggaraan pilkada yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kami bisa merevisi PKPU itu (pencalonan) berdasarkan perppu," ujar Komisioner KPU Ilham Saputra.
Ilham beralasan, KPU tidak memberikan ruang kepada partai politik untuk mengganti calon kepala daerahnya yang berstatus tersangka lantaran Undang-Undang Pemilu mengatur demikian.