Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai Anggota G20, Indonesia Diharapkan Perkuat Transparansi Pemilik Manfaat

Kompas.com - 27/03/2018, 17:34 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengungkapkan, transparansi merupakan sebuah kebutuhan sekaligus tren yang menguat di berbagai negara.

Yunus menjelaskan, beberapa negara anggota G20 telah mendorong transparansi pemilik manfaat di korporasi (beneficial owner).

"Di Inggris aturannya cukup baik, mereka bisa melacak siapa pengendali korporasi dan (informasinya) terbuka untuk umum. Ini memang kebutuhan dari praktik di banyak negara," kata Yunus dalam paparannya di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

(Baca juga: PPATK Ungkap Tiga Tujuan Transparansi Informasi Pemilik Manfaat, Apa Saja?)

Yunus mengungkapkan, berbagai modus pencucian uang juga marak terjadi di Indonesia. Ia memaparkan, ada sejumlah koruptor yang melakukan pencucian uang melalui pengendalian korporasi secara tersembunyi.

"Ketika dicari namanya tidak muncul. Dan dia menyuruh orang-orang lain yang mengendalikan perusahaan itu. Ada pula usaha yang sah, disalahgunakan untuk pencucian uang, jadi modusnya banyak sekali," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa transparansi pemilik manfaat bisa menjamin adanya tanggung jawab dari pengendali korporasi jika tersangkut dengan tindak pidana pencucian uang. Melalui transparansi itu, aparat hukum bisa melacak dan mengawasi adanya dugaan pencucian uang.

"Kita lihat transparansi bukan hanya identitas orang yang bertransaksi, tapi tujuan, sumber dana. Manfaatnya bukan saja untuk melindungi pemilik tapi juga kepastian hukum dan recovery asset lebih optimal," katanya.

(Baca juga: Begini Kesulitan KPK Melacak Aset di Kasus E-KTP)

Yunus memaparkan, Indonesia masih memiliki kekurangan dalam implementasi transparansi pemilik manfaat, seperti tidak adanya sistem informasi terkait para pengendali perusahaan.

Ia berharap melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenai Pemilik Manfaat atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme bisa memperkuat upaya pemberantasan pencucian uang.

"Peraturan ini diharapkan bisa dilaksanakan secara tertib, bukan hanya dibuat saja sehinggak tak berjalan secara efektif. Itu yang tidak kita inginkan," ujarnya.

Sebelumnya Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan, berbagai kejahatan yang dilakukan oleh orang perseorangan ataupun korporasi dalam batas wilayah suatu negara ataupun melintasi batas wilayah negara lain semakin meningkat.

"Kejahatan tersebut antara Iain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, perdagangan wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, pencucian, terorisme, dan berbagai kejahatan kerah putih Iainnya," ujar Kiagus di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

(Baca juga: Saat Pimpinan KPK Jengkel terhadap Pengusaha yang Sembunyikan Aset untuk Hindari Pajak)

Kiagus menilai, kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan dan menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar. Korporasi, kata dia, kerap kali digunakan pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan dan menyamarkan identitas pelaku dan hasil tindak pidana.

"Korporasi ini dimanfaatkan pelaku tindak pidana sebagai kendaraan atau media pencucian uang," katanya.

Kiagus juga mengungkapkan hasil penilaian risiko tahun 2015 atas potensi tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Berdasarkan hasil tersebut, tingkat ancaman pidana pencucian uang oleh korporasi lebih tinggi dibandingkan dengan perorangan.

Oleh karena itu, Kiagus menyimpulkan bahwa Indonesia perlu segera melakukan penguatan pengaturan dan penerapan transparansi informasi pemilik manfaat dari korporasi melalui penguatan Perpes Nomor 30 Tahun 2018.

Kompas TV KPK menjerat Bupati Hulu Sungai Tengah non-aktif Abdul Latif dengan pasal gratifikasi atau suap serta tindak pidana pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banyak Serangan Siber, TB Hasanuddin: Ini Kecelakaan atau Kebodohan Nasional?

Banyak Serangan Siber, TB Hasanuddin: Ini Kecelakaan atau Kebodohan Nasional?

Nasional
PAN Akan Gelar Rakernas, Siapkan Zulhas Jadi Ketua Umum Lagi

PAN Akan Gelar Rakernas, Siapkan Zulhas Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
DPR Heran Tak Ada 'Back Up' Data PDN yang Diserang, BSSN 'Lempar Bola' ke Kominfo

DPR Heran Tak Ada "Back Up" Data PDN yang Diserang, BSSN "Lempar Bola" ke Kominfo

Nasional
Budi Arie Beberkan Kronologi Serangan Siber ke PDN yang Bikin Layanan Lumpuh

Budi Arie Beberkan Kronologi Serangan Siber ke PDN yang Bikin Layanan Lumpuh

Nasional
8 Orang Sudah Daftar Seleksi Capim-Calon Dewas KPK

8 Orang Sudah Daftar Seleksi Capim-Calon Dewas KPK

Nasional
Pastikan Bansos Beras Lanjut Sampai Desember, Jokowi Sebut Anggaran Mencukupi

Pastikan Bansos Beras Lanjut Sampai Desember, Jokowi Sebut Anggaran Mencukupi

Nasional
Jokowi Diminta Jelaskan ke Publik Terkait Peretasan Sistem PDN

Jokowi Diminta Jelaskan ke Publik Terkait Peretasan Sistem PDN

Nasional
Wakil Ketua Komisi III: 82 Anggota DPR Terlibat Judi 'Online', MKD Akan Ambil Sikap

Wakil Ketua Komisi III: 82 Anggota DPR Terlibat Judi "Online", MKD Akan Ambil Sikap

Nasional
Buntut Serangan ke PDN, Menkominfo Bakal Wajibkan Instansi Pemerintah 'Backup' Data

Buntut Serangan ke PDN, Menkominfo Bakal Wajibkan Instansi Pemerintah "Backup" Data

Nasional
Di Abu Dhabi, Polri Tangkap WN China Buronan Kasus Penipuan 800 WN

Di Abu Dhabi, Polri Tangkap WN China Buronan Kasus Penipuan 800 WN

Nasional
Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

Nasional
PDN Diretas, Menkominfo Akui Komitmen Indonesia dalam Pertahanan Siber Rendah

PDN Diretas, Menkominfo Akui Komitmen Indonesia dalam Pertahanan Siber Rendah

Nasional
Jokowi Didesak Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Hukum

Jokowi Didesak Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Hukum

Nasional
Budi Arie: Tidak Ada Negara di Dunia yang Tidak Terkena Serangan 'Ransomware'

Budi Arie: Tidak Ada Negara di Dunia yang Tidak Terkena Serangan "Ransomware"

Nasional
Sidang Vonis Terdakwa Korupsi yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Ditunda

Sidang Vonis Terdakwa Korupsi yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com