Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalla Minta Wiranto-KPK Berdiskusi soal Proses Hukum Peserta Pilkada

Kompas.com - 13/03/2018, 17:29 WIB
Moh Nadlir,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto untuk duduk bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait polemik penetapan tersangka Pilkada Serentak 2018.

Wiranto sebelumnya meminta KPK untuk menunda rencana pengumuman tersangka korupsi peserta Pilkada Serentak 2018. Namun, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang justru menolak permintaan penundaan proses hukum tersebut.

"Di sisi lain (ada) pandangan KPK, di sisi lain (ada) pandangan pemerintah dalam hal ini Menko Polhukam. Ya namanya permintaan, jadi saya bilang dua pandangan yang tentu harus disepakati," ujar Kalla di Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Kalla pun meminta semua pihak untuk memahan diri dan tidak memperkeruh suasana bahwa seolah-olah pemerintah berlawanan dengan KPK.

"Kita lihat sajalah nanti," kata Kalla.

(Baca juga: KPK Tak Bisa Penuhi Permintaan Tunda Penetapan Tersangka Peserta Pilkada)

Wiranto sebelumnya meminta KPK menunda penetapan tersangka peserta Pilkada Serentak 2018. Padahal, rencananya, pengumuman penetapan tersangka akan dilakukan KPK pada pekan ini.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3/2018).

Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh kepada pelaksanaan pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik.

Penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK juga dinilai akan berpengaruh pada pelaksanaan pencalonannya sebagai perwakilan dari partai politik atau yang mewakili para pemilih.

Menanggapi usulan itu, Saut mengatakan, lebih elegan jika pemerintah menerbitkan aturan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengganti peserta pilkada yang tersangkut kasus pidana, ketimbang meminta proses hukumnya ditunda.

"Lebih elegan solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat perppu pergantian calon terdaftar bila tersangkut pidana, daripada malah menghentikan proses hukum yang memiliki bukti yang cukup, ada peristiwa pidananya," kata Saut lewat pesan singkat, Selasa (13/3/2018).

Saut mengatakan, menunda proses hukum justru berakibat tidak baik untuk angka indeks persepsi korupsi Indonesia.

Ia tidak sependapat jika penetapan tersangka peserta pilkada berpotensi mengganggu penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Justru dengan memproses peserta pilkada yang punya persoalan hukum akan membantu rakyat memilih pemimpin yang bersih.

Kompas TV Pemerintah bersama instansi terkait menggelar rapat koordinasi khusus Pilkada 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com