Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Dua Anak Muda Ini Menggugat UU MD3 ke MK

Kompas.com - 09/03/2018, 14:51 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemandangan berbeda terlihat dalam sidang perdana uji materi terhadap Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (8/3/2018).

Ini disebabkan dua anak muda, Zico Leonard Djagardo Sumanjuntak (21) dan Josua Satria Collins (20), duduk di kursi pemohon. Biasanya, para pemohon uji materi di MK diisi oleh para pakar hukum atau advokat yang cukup punya pengalaman.

Zico dan Joshua berasal dari satu almamater yang sama yakni Universitas Indonesia (UI). Zico masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UI. Sementara Joshua sudah menjadi alumnus UI karena baru lulus Februari 2018 lalu.

Kedua anak muda ini punya alasan menyampaikan permohonan uji materi Pasal 122 huruf k UU MD3.

(Baca juga: Zico dan Josua, Dua Anak Muda yang Berani Gugat UU MD3 ke MK)

Pertama, Zico dan Josua merasa Pasal 122 huruf k UU MD3 akan mengekang aktivitasnya. Saat ini, Zico aktif membuat kajian kritis terhadap persoalan hukum di masyarakat.

Zico menyatakan, kajiannya tersebut kerap merupakan kajian kritis yang menyasar DPR sebagai pembuat undang-undang.

Sementara, Josua setelah lulus dari UI sering menulis kajian hukum yang tak jarang mengkritisi DPR. Saat ini, ia aktif sebagai salah anggota lembaga swadaya masyarakat yang fokus terkait dengan permasalahan hukum.

"Kebebasan pemohon untuk berpendapat kritis kepada DPR telah dikekang oleh Pasal 122 huruf k UU MD3," kata Josua dalam persidangan kemarin.

Ketua majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) bersama hakim MK I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Saldi Isra mendengarkan keterangan kuasa hukum pemohon uji materi UU MD3 pada sidang panel pendahuluan di gedung MK, Jakarta, Kamis (8/3).  Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan dua perserorangan warga negara Indonesia menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras/18
WAHYU PUTRO A Ketua majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) bersama hakim MK I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Saldi Isra mendengarkan keterangan kuasa hukum pemohon uji materi UU MD3 pada sidang panel pendahuluan di gedung MK, Jakarta, Kamis (8/3). Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan dua perserorangan warga negara Indonesia menggugat ketentuan dalam Pasal 73 ayat (3), Pasal 73 ayat (4) huruf a dan c, Pasal 73 ayat (5), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras/18
Pasal 122 huruf k UU MD3 yang digugat Zico dan Josua mengatur tentang kewenangan DPR dalam mengambil langkah hukum terhadap pihak yang dianggap merendahkan kehormatan DPR atau anggotanya.

(Baca juga: MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi terhadap UU MD3)

Kedua, Pasal 122 huruf k UU MD3 dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 terkait negara hukum dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang terkait dengan hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Ketiga, Pasal 122 huruf k dinilai bertentangan dengan prinsif hukum pidana. Zico dan Josua menilai, lewat pasal tersebut, hukum pidana menjadi premium remedium atau pilihan utama.

DPR lewat MKD bisa memidanakan setiap orang yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR. Padahal, menurut Zico, prinsif hukum pidana yakni ultimum remedium atau pilihan terakhir.

Saat ini, di tengah perkembangan hukum pidana, semakin berkembang paradigma meminimalisisi penggunaan hukum pidana.

Harusnya, tutur Zico, DPR sebagai representasi wakil rakyat lebih mengedepankan mediasi, bukan justru bersemangat mempidanakan rakyat yang dinilai merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR.

Dengan alasan itu, Zico dan Josua memohon kepada majleis hakim MK menyatakan Pasal 122 huruf k UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, keduanya juga memohon agar pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Kompas TV Presiden Joko Widodo belum memberikan sikap terkait dengan Undang - Undang MD-3 yang telah disahkan oleh DPR di sidang paripurna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com