JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah sepakat dengan penerapan hukuman mati terkait kasus narkotika. Menurut Fahri, hukuman mati dapat diterapkan terhadap produsen narkotika.
"Pengedar masuk bui, di atas pengedar, distributor dan yang memproduksi ya dihukum mati. Dan hukum matinya harus kelihatan dihukum mati," ujar Fahri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/3/2018).
Fahri menuturkan, saat ini para produsen narkotika yang berasal dari luar negeri telah menjadikan Indonesia sebagai target dari peredaran narkotika internasional.
Hal itu kemudian didukung dengan daya beli masyarakat Indonesia yang relatif naik.
Baca juga : LBH Masyarakat: Hentikan Praktik Tembak Mati Kasus Narkotika
"Pengedar narkotika di seluruh dunia itu sekarang sudah memahami bahwa Indonesia dengan seperempat miliar penduduknya ini adalah pasar narkoba baru. Ekonomi kita ini relatif tumbuh. Masyarakat kita itu relatiflah jika dibandingkan dengan negara di Afrika, daya beli masyarakat ada, maka ini pasar baru dari narkoba," kata Fahri.
Polemik penerapan hukuman mati muncul bersamaan dengan adanya wacana revisi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika).
Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat Yohan Misero menuturkan bahwa praktik hukuman mati dan tembak di tempat terkait kasus narkotika harus dihentikan.
"Pertama, menghentikan penggunaan hukuman mati dan tembak di tempat sebagai simbolisme keberhasilan kebijakan narkotika di Indonesia," ujar Yohan melalui keterangan tertulisnya, Minggu (4/3/2018).
Yohan menuturkan, dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, 18 terpidana kasus narkotika telah dihukum mati.
Baca juga : DPR Minta Pemerintah Segera Ajukan Revisi UU Narkotika
Selain itu, akhir tahun lalu, BNN menyatakan bahwa 79 orang yang tersangkut kasus narkotika telah ditembak mati tanpa proses peradilan dan menggaungkannya seakan-akan hal tersebut adalah sebuah keberhasilan.
Data BNN sendiri, kata Yohan, memperlihatkan bahwa angka peredaran gelap narkotika selalu naik dari tahun ke tahun.
Oleh karena itu, ia menilai pendekatan represif yang menyalahi prosedur seperti tembak mati di tempat dan hukuman mati yang jelas-jelas adalah sebuah pelanggaran HAM haruslah dihentikan.
"Selain tidak efektif, pendekatan semacam ini juga hanya merepotkan rekan-rekan di Kementerian Luar Negeri yang harus mempertanggungjawabkan komitmen Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia," kata Yohan.
Baca juga : Buwas: Artis Salah Satu Pangsa Pasar Terbaik Narkotika
Secara terpisah, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-P Henry Yosodiningrat tak sependapat dengan adanya wacana penghentian hukuman mati terkait kasus peredaran narkotika.
Menurut Henry, peredaran narkotika akan semakin marak jika hukuman mati dihapuskan.
"Kalau minta hukuman mati dihapuskan, itu orang gila. Sudah ada hukuman mati saja begini apalagi kalau itu dihapuskan. Kalau perlu tanpa proses, itu (bandar narkotika) bisa ditembak di tempat," ujar Henry saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/3/2018).