Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilarang Pakai Gambar Soekarno untuk Kampanye, PDI-P Sebut KPU Berlebihan

Kompas.com - 27/02/2018, 16:47 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang berlebihan tentang penggunaan gambar Soekarno dalam alat peraga kampanye.

Apalagi, menurut Andreas, PDI-P memiliki hubungan kesejarahan dengan Soekarno dan beberapa tokoh nasional lainnya.

"Sehingga menurut saya aturan ini berlebihan mengatur sedetail itu, melarang tokoh nasional seperti Bung Karno untuk tidak boleh dipajang sementara kita tahu Bung Karno ini milik bangsa ini," ujar Andreas saat ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira saat ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira saat ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).

"Saya kira bukan cuma PDI-P, siapa saja yang merasa punya hubungan historis silakan," katanya melanjutkan.

(Baca juga: KPU: Dilarang Kampanye Pakai Gambar Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Pendiri NU)

Andreas menyebutkan, tidak hanya Soekarno, tokoh-tokoh nasional lainnya seperti Soeharto dan BJ Habibie memiliki afiliasi atau hubungan sejarah dengan kelompok tertentu. Sehingga, menurutnya, aturan tersebut tidak memiliki alasan yang mendasar. 

Lebih lanjut ia menilai seharusnya KPU tidak mengatur secara detail terkait penggunaan gambar tokoh nasional dalam alat peraga kampanye.

Andreas mengaku, aturan tersebut telah mengusik partainya. Dia pun mempertanyakan apa alasan KPU membuat larangan tersebut. 

"Ya kami merasa terganggu dengan larangan seperti itu dan mungkin juga kelompok-kelompok yang lain juga mempunyai idola atau afiliasi dan hubungan kehistorisan dengan Bung Karno atau tokoh lain juga mungkin terganggu dengan larangan yang tak punya alasan mendasar. Mengapa melarang tokoh untuk ditampilkan," tegasnya.

(Baca juga: Peserta Pemilu Boleh Kampanye di Media Massa Hanya 21 Hari)

Menurutnya, KPU seharusnya melarang parpol memasang tokoh-tokoh yang berasal dari organisasi-organisasi yang dilarang oleh pemerintah.

Sebelumnya, KPU RI melarang partai politik memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol dalam alat peraga kampanyenya.

Misalnya, gambar Presiden RI ke-1 Soekarno, Presiden RI ke-2 Soeharto, Presiden RI ke-3 Baharuddin Jusuf Habibie, Jenderal Besar Soedirman dan pendiri Nahdhatul Ulama KH Hasyim Asy'ari.

Berbeda jika tokoh nasional itu seperti Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, keduanya merupakan pimpinan parpol di Indonesia.

KPU pun menegaskan, semua tokoh nasional yang bukan pengurus dari suatu parpol tak boleh dipasang pada alat peraga kampanye partai.

"Itu tak diperkenankan ada dalam alat peraga kampanye. Bukan tidak suka. Bukan pengurus parpol sehingga tak boleh dalam alat peraga kampanye," kata Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2/2018).

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum melarang parpol berkampanye di media, baik elektronik maupun cetak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com