JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan yang berlebihan tentang penggunaan gambar Soekarno dalam alat peraga kampanye.
Apalagi, menurut Andreas, PDI-P memiliki hubungan kesejarahan dengan Soekarno dan beberapa tokoh nasional lainnya.
"Sehingga menurut saya aturan ini berlebihan mengatur sedetail itu, melarang tokoh nasional seperti Bung Karno untuk tidak boleh dipajang sementara kita tahu Bung Karno ini milik bangsa ini," ujar Andreas saat ditemui di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
"Saya kira bukan cuma PDI-P, siapa saja yang merasa punya hubungan historis silakan," katanya melanjutkan.
(Baca juga: KPU: Dilarang Kampanye Pakai Gambar Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Pendiri NU)
Andreas menyebutkan, tidak hanya Soekarno, tokoh-tokoh nasional lainnya seperti Soeharto dan BJ Habibie memiliki afiliasi atau hubungan sejarah dengan kelompok tertentu. Sehingga, menurutnya, aturan tersebut tidak memiliki alasan yang mendasar.
Lebih lanjut ia menilai seharusnya KPU tidak mengatur secara detail terkait penggunaan gambar tokoh nasional dalam alat peraga kampanye.
Andreas mengaku, aturan tersebut telah mengusik partainya. Dia pun mempertanyakan apa alasan KPU membuat larangan tersebut.
"Ya kami merasa terganggu dengan larangan seperti itu dan mungkin juga kelompok-kelompok yang lain juga mempunyai idola atau afiliasi dan hubungan kehistorisan dengan Bung Karno atau tokoh lain juga mungkin terganggu dengan larangan yang tak punya alasan mendasar. Mengapa melarang tokoh untuk ditampilkan," tegasnya.
(Baca juga: Peserta Pemilu Boleh Kampanye di Media Massa Hanya 21 Hari)
Menurutnya, KPU seharusnya melarang parpol memasang tokoh-tokoh yang berasal dari organisasi-organisasi yang dilarang oleh pemerintah.
Sebelumnya, KPU RI melarang partai politik memasang gambar tokoh nasional yang bukan pengurus parpol dalam alat peraga kampanyenya.
Misalnya, gambar Presiden RI ke-1 Soekarno, Presiden RI ke-2 Soeharto, Presiden RI ke-3 Baharuddin Jusuf Habibie, Jenderal Besar Soedirman dan pendiri Nahdhatul Ulama KH Hasyim Asy'ari.
Berbeda jika tokoh nasional itu seperti Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Sebab, keduanya merupakan pimpinan parpol di Indonesia.
KPU pun menegaskan, semua tokoh nasional yang bukan pengurus dari suatu parpol tak boleh dipasang pada alat peraga kampanye partai.
"Itu tak diperkenankan ada dalam alat peraga kampanye. Bukan tidak suka. Bukan pengurus parpol sehingga tak boleh dalam alat peraga kampanye," kata Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Senin (26/2/2018).