Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Hidup sebagai Perempuan Saat Hukum Tak Berpihak...

Kompas.com - 02/02/2018, 18:16 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak mudah rasanya menjalani hidup tanpa adanya jaminan atas rasa aman. Sementara, peraturan perundang-undangan dan penegak hukum justru masih dinilai tidak berpihak pada pemenuhan hak korban.

Intan (22), seorang pegawai swasta, mengeluhkan minimnya jaminan perlindungan negara atas hidupnya sebagai perempuan. Ia menceritakan pengalamannya saat mendampingi seorang temannya yang mengalami kekerasan seksual.

Menurut Intan, saat membuat laporan, justru ia melihat aparat penegak hukum tidak menunjukkan keberpihakan terhadap temannya sebagai korban. Kasus serupa, kata Intan, juga terjadi pada kasus-kasus pemerkosaan yang pernah ia temui.

"Polisi malah tanya, 'kenapa pulang malam'. Pertanyaannya bukan bagaimana kejadiannya, apa yang dialami, pelakunya seperti apa ciri-cirinya. Tapi malah menyelidik korbannya. Kenapa keluar malam, kenapa kok sendirian," ujar Intan kepada Kompas.com, Jumat (2/2/2018).

(Baca juga: Perjuangan Korban Pemerkosaan Cari Keadilan, Merasa Dipingpong Polisi Saat Melapor)

Selain perspektif penegak hukum yang, menurut Intan, kerap tak berpihak pada korban, ia juga menilai peraturan perundang-undangan belum mengakomodasi kepentingan korban.

Ia mencontohkan tidak adanya pasal dalam KUHP yang mengatur apabila korbannya seorang perempuan difabel.

Lemahnya penegakan hukum terkait kasus kekerasan seksual, kata Intan, juga membuat korban enggan untuk melapor.

"Korban malah enggan melapor. Teman saya yang tunarungu malah melapor setelah usia kandungannya tujuh bulan setelah diperkosa oleh pamannya sendiri, karena ia takut," ucapnya.

"Memang sulit menjadi perempuan. Bukan sekedar sulit, tapi kami butuh aturan yang lebih melindungi perempuan. Itu hak yang harus dipenuhi terhadap perempuan, juga sebagai warga negara," kata Intan.

(Baca juga: Dalam Pasal Zina RKUHP, Korban Pemerkosaan Berpotensi Dipenjara Lima Tahun)

Kriminalisasi korban

Ketidakberpihakan terhadap perempuan korban kekerasan seksual semakin terlihat dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas di parlemen.

Dalam draf tersebut pasal mengenai tindak pidana kesusilaan diperluas.

Pasal 484 ayat (1) huruf e draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018 menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Tindak pidana zina tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Sementara dalam KUHP yang lama, zina bisa dipidana apabila pelaku telah terikat perkawinan dengan orang lain.

Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, saat memberikan keterangan pers terkait CATAHU 2016 Komnas Perempuan, di Jakarta, Senin (7/3/2016).

Ia mengatakan angka kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu Pemerintah harus segera mensahkan RUU penghapusan kekerasan seksual yang saat ini sudah masuk dalan Program Legislasi Nasional Tambahan 2016.




Kristian Erdianto Ketua Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, saat memberikan keterangan pers terkait CATAHU 2016 Komnas Perempuan, di Jakarta, Senin (7/3/2016). Ia mengatakan angka kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu Pemerintah harus segera mensahkan RUU penghapusan kekerasan seksual yang saat ini sudah masuk dalan Program Legislasi Nasional Tambahan 2016.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin menilai pasal tersebut akan berpotensi mengkriminalisasi korban pemerkosaan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com