Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyandang Disabilitas Anggap Standar Kesehatan Calon Kepala Daerah Diskriminatif

Kompas.com - 22/01/2018, 23:02 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyandang disabilitas merasakan adanya aturan diskriminatif mengenai standar kesehatan dalam pencalonan kepala daerah 2018.

Lembaga advokasi untuk hak-hak sipil dan politik penyandang disabilitas, Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) pun mendesak Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) untuk merevisi petunjuk teknisnya.

Petunjuk teknis yang dimaksud yakni SK KPU Nomor 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Petunjuk Teknis Standar Kemampuan Jasmani, Rohani, serta Standar Pemeriksaan Kesehatan Jasmani, Rohani dan Bebas Penyalahgunaan Narkotika dalam Pilkada.

Ketua Umum PPUA Penca Ariani Soekanwo mengatakan, sebenarnya KPU sudah mengakomodasi hak-hak disabilitas, untuk memilih, dipilih, dan menjadi penyelenggara pemilu melalui Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Kepala Daerah.

Baca juga : Komnas HAM: Hak Penyandang Disabilitas dalam Pemilu Agar Diperhatikan

Pasal 4 (2) PKPU 3/2017 menyebutkan, syarat calon mampu secara jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf (e) tidak menghalangi penyandang disabilitas.

"Tetapi tiba-tiba ada petunjuk teknis, di mana di sini pemeriksaan kesehatan dianggap yang paling dominan menentukan untuk lolos menjadi calon," kata Ariani saat menyatakan sikap di KPU, Jakarta, Senin (22/1/2018).

Padahal, lanjutnya, pemeriksaan kesehatan hanyalah salah satu kriteria untuk lolos menjadi calon.

Ada kriteria lain seperti kemampuan dalam melakukan observasi, menganalisis, membuat keputusan dan mengkomunikasikannya, integritas, akuntabilitas, dan kepemimpinan.

"Maka ini kami teman-teman di daerah di Indonesia merasa didiskreditkan, didiskriminasi," lanjut Ariani.

Baca juga : Fasilitas Penyandang Disabilitas di Jalan yang Tak Banyak Diketahui Masyarakat

Ketua I PPUA Penca Heppy Sebayang ada dua poin yang berpotensi menghilangkan atau menggugurkan hak penyandang disabilitas dalam petunjuk teknis KPU, yakni pada Bab II dan Bab V.

Menurut Heppy, penggunaan istilah disabilitas yang dipadankan dengan istilah medik tidaklah benar, dan cenderung menimbulkan kesalahan persepsi di masyarakat.

Disabilitas-medik dimaknai sebagai keadaan kesehatan yang dapat menghambat atau meniadakan kemampuan dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai kepala daerah.

Sedang seharusnya, disabilitas dimaknai sebagai keragaman manusia yang perlu diakomodasi dalam fasilitas dan pelayanan publik secara umum.

"Kami menyampaikan usulan agar KPU segera melakukan revisi terhadap Bab II dan Bab V SK KPU Nomor 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 selambatnya 12 Februari 2018," kata Heppy.

Baca juga : Diskriminasi Penyandang Disabilitas Terus Terulang, Komnas HAM Surati Kemenhub

Revisi pada Bab II dilakukan dengan menambahkan aspek selain kesehatan sebagai standar mampu jasmani dan rohani. Sedangkan pada Bab V dilakukan dengan menghapus kewenangan tim pemeriksa kesehatan dalam rapat pleno untuk menyimpulkan hasil pemeriksaan, memenuhi syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS).

"Mengusulkan kepada KPU untuk membuat surat edaran, untuk tidak memberlakukan Bab II dan Bab V petunjuk teknis tersebut, sebelum dilakukan revisi. Agar tidak terjadi pengguguran hak penyandang disabilitas untuk menjadi kepala daerah," kata Heppy.

Kompas TV Sekelompok mahasiswa Politeknik Negeri Jember Jawa Timur merakit contoh robot lengan untuk para disabilitas khususnya tunadaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com