JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti, berpendapat bahwa Partai Golkar bakalan kesulitan mendongkrak elektabilitas, meskipun Setya Novanto diganti dari kursi jabatan ketua umum.
"Untuk target 5 persen suara menjelang 2019, menurut saya juga agak susah. Untuk naik 1 atau 2 persen itu saja butuh satu tahun," ujar Ray di dalam acara diskusi di Sekretraiat Formappi, Jakarta Timur, Kamis (30/11/2017).
Sosok pengganti Novanto pun dinilai dapat menjadi solusi persoalan itu. Ketua umum baru Partai Golkar, ke depannya harus memenuhi sejumlah kriteria agar masyarakat Indonesia kembali percaya dengan partai berlambang beringin tersebut.
"Pertama, mereka harus cari sosok yang tidak punya potensi masalah hukum. Kedua, track record-nya juga harus bagus," kata Ray.
"Ke depannya, enggak berpotensi punya masalah hukum dan masa lalunya juga bersih," ujar dia.
(Baca juga: Dedi Mulyadi: Pak Jusuf Kalla Ingin Golkar Cepat Lakukan Pembenahan)
Ketiga, lanjut Ray, ketua umum baru juga harus mem-brand partainya bebas korupsi. Salah satunya dengan mencabut keikutsertaan dalam Panitia Khusus (Pansus) Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR RI yang hingga saat ini masih berlangsung.
Keempat, ketua umum baru juga harus memimpin mekanisme pergantian Novanto dari kursi ketua DPR RI. Sosok Novanto dinilai harus dilepaskan dari Partai Golkar sepenuhnya.
"Tempatkan sosok kader Golkar sebagai ketua DPR yang juga tidak memiliki masalah hukum. Mungkin hal-hal inilah yang akan membuat elektabilitas Golkar membaik. Setidaknya enggak anjlok-anjlok banget deh. Karena untuk kembali ke angka sebelumnya, bagi saya pada 2019 itu sulit," ujar dia.
Partai Golkar dikabarkan akan segera menyelenggarakan Munaslub pertengahan Desember 2017 mendatang. Pada Senin (4/11/2017) mendatang, struktur partai akan memutuskan panitia, waktu dan tempat Munaslub.