JAKARTA, KOMPAS.com — Joko Widodo dan Prabowo Subianto diprediksi akan bersaing ketat jika keduanya kembali berhadapan langsung (head to head) pada Pemilu Presiden 2019.
Hasil tersebut berdasarkan survei nasional Poltracking Indonesia terkait peta elektoral 2019.
Pada simulasi dua kandidat, elektabilitas Jokowi unggul dengan 53,2 persen, sedangkan Prabowo 33 persen.
"Jadi, data sementara yang paling memungkinkan baru bisa dua poros koalisi di 2019. Kecuali, ada dinamika. Dua capres yang paling potensial masih seperti 2014," ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda AR saat menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).
(Baca juga: 10 Capres dengan Elektabilitas Tertinggi Menurut Survei PolMark)
Begitu pula dengan kepuasan terhadap Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan 64,8 persen.
Artinya, ada selisih sekitar 15 persen antara kepuasan kinerja dan elektabilitas Jokowi.
"Itu yang mungkin menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Pak Jokowi untuk menarik modal awal. Rumusnya, mestinya yang puas memilih kembali Pak Jokowi untuk kembali bertarung," tuturnya.
(Baca juga : Ditanya soal Kembali Jadi Capres, Prabowo Tertawa Sambil Tepuk Tangan)
Hal lainnya, elektabilitas Jokowi dianggap belum aman karena pemilu masih berlangsung pada 2019.
Jika mengacu pada elektabilitas presiden kelima RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jelang Pemilu 2009, angkanya mencapai 60 hingga 70 persen.
Dengan modal elektabilitas tersebut, SBY bisa memenangkan pemilu satu putaran.
"(Jokowi) secara elektabilitas potensial masih tinggi dari Pak Prabowo, tapi belum aman secara elektoral," kata Hanta.
(Baca juga : Hasil Survei Tunjukkan Tren Positif, Demokrat Yakini Kiprah AHY di 2019)
Posisi Jokowi, menurut dia, bisa terancam oleh kemuncilan "kuda hitam" jika ada penantang baru di luar Prabowo yang elektabilitasnya bisa melesat melebihi 10 persen.
Maka figur tersebut berpotensi menjadi calon presiden yang kuat.
"Tapi dari data survei, belum ada nama baru selain Jokowi dan Prabowo yang dua digit. Artinya belum ada potensi muncul kuda hitam. Kita tunggu sampai Agustus 2018," ujar dia.