JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai adanya potensi pelanggaran serius dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto.
Adapun Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Novanto saat ini bahkan sudah berstatus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lucius kemudian menjabarkan bagaimana upaya penangkapan Novanto oleh KPK. Mulai dari kedatangan penyidik KPK ke kediaman Novanto namun saat itu Novanto justru pergi. Ia sempat hilang dan tak diketahui keberadaannya bahkan oleh orang-orang dekatnya di partai.
"Ini sesuatu yang aneh. Sebagai seorang pejabat negara tidak bisa dihubungi sedetik pun itu sangat bahaya. Saya merasa ini sebuah prilaku tidak bertanggung jawab atau mau lari dari tanggung jawab. Perilaku ini mendasar untuk seorang pimpinan," kata Lucius dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (18/11/2017).
Baca juga: Cak Imin Ingin Semua Taat Hukum, Termasuk Setya Novanto
Menurut dia, hal ini bisa menjadi dasar bagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk menduga adanya pelanggaran etik serius dilakukan oleh Novanto.
Dia menyayangkan sidang pleno MKD beberapa waktu lalu justru memutuskan untuk menunggu kasus hukum yang menjerat Novanto berkekuatan hukum tetap. Meskipun Lucius tak merasa heran dengan hal tersebut karena sudah sejak lama MKD menjadi sorotan karena fungsinya yang tunpul.
Lucius mendesak agar MKD memandang kasus ini sebagai hal yang serius. Sebab, dari segi tanggung jawab seorang pimpinan, Novanto mengemban kepercayaan dari jutaan rakyat Indonesia yang memercayai dirinya untuk memilihnya menjadi pemimpin.
DPR periode 2014-2019 menurut dia, seolah disandera oleh Setya Novanto. Mulai dari pertemuannya dengan calon presiden Amerika Serikat Donald Trump, kasus papa minta saham yang membuatnya meletakkan jabatan Ketua DPR, hingga ia mengambil kembali posisi tersebut dari Ade Komarudin.
"Saya kira desakan publik penting. DPR selama tiga tahun ini disandera oleh satu sosok, Pak Setya Novanto," tuturnya.
Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11/2017) malam.
Namun, MKD sebelumnya menyampaikan bahwa mereka akan menunggu putusan hukum berkekuatan hukum tetap untuk memproses dugaan pelanggaran etik Novanto.
Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya baru akan memproses Novanto jika sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap. Hal itu menurutnya seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.
"Proses pemberhentian sementara itu sangat jelas, di hukum acara manakala seseorang anggota itu sudah dinyatakan sebagai terdakwa, jadi bukan dalam posisi sebagai tersangka," kata Sudding.