Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut KPK, Ini Kunci Menang Lawan Miryam S Haryani di Pengadilan

Kompas.com - 13/11/2017, 16:00 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang mengatakan, kemenangan KPK melawan mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani, di pengadilan karena prinsip kehati-hatian.

"KPK itu sangat hati-hati. Kalau kemudian bau durian jadi alasan, itu kan hanya disebut-sebut saja. Oleh karena itu, kami percaya bahwa KPK itu firm," kata Saut, saat ditemui usai sebuah acara di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (13/11/2017).

Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Baca: Hanura Segera Berhentikan Miryam S Haryani dari Partai dan DPR

Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.

Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Miryam S Haryani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10/2017).

Dalam persidangan, anggota Fraksi Partai Hanura itu, mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang kepada sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan kepada penyidik.

Miryam beralasan, saat memberikan keterangan dalam BAP, ia ditekan dan diancam oleh tiga penyidik KPK. Namun, hal itu tidak terbukti.

Baca juga: Hakim Heran "Karangan" Miryam soal Bagi Uang Cocok dengan Saksi Lain

Saut mengatakan, dalam menangani suatu perkara, KPK tidak seperti penegak hukum lainnya yang bisa menghentikan suatu perkara.

"Karena kami juga enggak boleh mengadili seseorang, tidak boleh SP3," ujar Saut.

Dia mengakui, KPK juga punya kelemahan, misalnya dalam hal menata barang bukti atau memanggil saksi.

Baca juga: Miryam S Haryani Divonis 5 Tahun Penjara

Menurut dia, jalur yang tepat untuk mengkritisi kelemahan itu melalui Komisi III DPR.

Vonis 5 tahun

Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan anggota DPR, Miryam S Haryani, karena terbukti menerima uang dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Hakim menganggap pengakuan Miryam yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) adalah keterangan yang sesungguhnya.

Menurut hakim, keterangan Miryam yang membantah menerima uang berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan saksi-saksi lainnya.

Miryam divonis 5 tahun penjara. Politisi Partai Hanura itu juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com