Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Novanto Dinilai Bisa Kena Pasal "Obstruction of Justice"

Kompas.com - 11/11/2017, 06:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto menuturkan, KPK bisa menerapkan pasal obstruction of justice (perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum) terhadap pengacara Ketua DPR Setya Novanto.

Pasal yang dimaksud adalah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dari pernyataan-pernyataan yang diungkapkan pengacara Novanto, sebagian unsur yang ada pada Pasal 21 tersebut telah terpenuhi. Namun, Bambang tidak merinci pernyataan-pernyataan yang dimaksud.

"Sudah saatnya juga menggunakan pasal obstruction of justice, karena dia sudah bertindak sebagai gate keeper sebenarnya," ujar Bambang seusai acara diskusi di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).

(Baca juga: Pengacara Setya Novanto: Putusan Praperadilan Perintahkan KPK Stop Penyidikan)

Para pengacara Novanto, menurut Bambang, sudah bukan sekadar melindungi Novanto sebagai kliennya. Namun, mereka juga dianggap mengganggu proses hukum dalam pembuktian kejahatan yang dilakukan Novanto.

"Orang yang berupaya untuk mengelabui, melindungi yang ujungnya sebenarnya mengganggu proses persidangan," kata dia.

Adapun, langkah kontroversial yang telah dilakukan pengacara Setya Novanto, di antaranya adalah melaporkan pimpinan dan penyidik KPK ke Bareskrim Polri.

Terakhir, pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017).

Pelaporan tersebut dilakukan tidak lama setelah lembaga antirasuah itu menetapkan kembali Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).

(Baca juga: Pengacara Novanto Laporkan Pimpinan dan Penyidik KPK ke Bareskrim)

KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP pada Jumat sore ini.

Pengumuman penetapan Novanto sebagai tersangka itu disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut.

(Baca juga: Kembali Tetapkan Novanto sebagai Tersangka, KPK Bersiap Hadapi Perlawanan)

Fredrich Yunadi, pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017). Kompas.com/Robertus Belarminus Fredrich Yunadi, pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017).
Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

(Baca juga: Persempit Ruang Praperadilan Novanto, KPK Diminta Gerak Cepat)

Pasal yang disangkakan terhadap Novanto yakni Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK sebelumnya juga pernah menetapkan Novanto sebagai tersangka. Namun, putusan praperadilan oleh hakim Cepi Iskandar membatalkan penetapan Novanto sebagai tersangka.

Kompas TV KPK menerbitkan SPDP pada 31 Oktober 2017 atas nama SN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com