Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Penyiksaan Masih Dianggap Wajar oleh Aparat Hukum

Kompas.com - 13/10/2017, 23:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras, Arif Nur Fikri mengatakan, saat ini praktik penyiksaan masih dianggap wajar di kalangan aparat kepolisian saat menjalankan proses penegakan hukum.

Hal tersebut terlihat dari tingginya angka kasus penyiksaan yang didokumentasikan Kontras selama periode Juni 2016 hingga Mei 2017.

Arif menduga, polisi cenderung menggunakan kekerasan untuk menggali informasi atau membuat seorang terduga pelaku tindak pidana mengakui perbuatannya.

"Praktik penyiksaan menjadi suatu yang lumrah dan wajar dilakukan oleh aparat penegak hukum. Cara-cara kekerasan untuk menggali informasi masih dianggap lumrah," ujar Arif saat menyampaikan laporan Kontras mengenai Hari Anti Penyiksaan Sedunia 2017 di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2017).

Selama periode Juni 2016 hingga Mei 2017, Kontras mencatat ada 163 peristiwa penyiksaan. Sebagian besar kasus penyiksaan tersebut terjadi di ruang tahanan kepolisian, yakni sebanyak 32 kasus di ruang tahanan Polres dan delapan peristiwa di ruang tahanan Polda.

(Baca juga: LBH: 37 Laporan Kasus Penyiksaan oleh Polisi Tak Pernah Diproses Hukum)

Para korban penyiksaan didominasi oleh warga sipil yang diduga menjadi pelaku tindak kriminal. Tidak jarang terjadi praktik salah tangkap.

Motif penyiksaan, lanjut Arif, diduga kuat untuk memperoleh informasi dari para korban. Selain itu praktik penyiksaan kerap dilakukan agar korban yang diduga pelaku tindak pidana mengakui perbuatannya.

"Mereka yang menjadi korban rata-rata adalah warga sipil, baik dalam kapasitasnya untuk tindak kriminal atau pun mereka yang menjadi korban dari praktik penegakan hukum yang serampangan dan dengan sengaja disiksa untuk mengakui perbuatannya," kata Arif.

Praktik penyiksaan oleh aparat kepolisian seringkali diikuti dengan mekanisme penegakan hukum yang tidak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Victor Manbait dari Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Terhadap Masyarakat Sipil, Nusa Tenggara Timur, memaparkan salah satu kasus penyiksaan yang pernah ditanganinya.

Pada 4 Desember 2014, seorang warga NTT ditangkap dan ditahan oleh tiga orang polisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan. Namun, saat melakukan penangkapan petugas tidak memiliki surat tugas dan surat perintah penangkapan.

"Tidak ada surat tugas, tidak ada surat perintah penangkapan dan surat penahanan. Padahal kalau ditahan seharusnya terjamin proses hukum berjalan adil," ujar Victor.

Keesokan harinya, korban diketahui meninggal dunia. Keterangan polisi menyatakan korban bunuh diri dengan cara menjerat leher menggunakan ikat pinggang di dalam sel tahanan. Namun, kata Victor, hasil otopsi menunjukkan adanya kejanggalan pada tubuh korban.

"Hasil otopsi di belakang kepala mengalami memar," ucapnya.

Kasus penyiksaan juga pernah dialami Maklon Dorosaya (25) warga Desa Tolong, Kabupaten Taliabu, Maluku Utara.

Maklon ditangkap karena dituduh sebagai provokator dalam aksi unjuk rasa di desanya pada 23 Februari 2017. Unjuk rasa tersebut digelar untuk menuntut hak adat warga dan pembayaran ganti rugi lahan warga yang digunakan oleh sebuah perusahaan tambang.

Maklon mengaku sempat ditahan selama 47 hari di ruang tahanan Polsek dan mengalami penyiksaan.

"Saya ditangkap lebih dulu baru keluar surat penangkapan dan penahanan. Yang saya alami ini adalah bentuk kriminalisasi. Saya dipukul, dianiaya ditampar dan diintimidasi agar saya tidak lagi bersuara. Saya dituduh sebagai teroris, PKI dan saya dituduh mengancam Kapolres," tutur Maklon.

(Baca juga: Kontras: Setahun Ada 115 Kasus Penyiksaan oleh Polisi)

Halaman:


Terkini Lainnya

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com