Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PDI-P: Tugas KPK Bukan Hanya OTT

Kompas.com - 30/09/2017, 13:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menilai, kekalahan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang praperadilan melawan Setya Novanto harus menjadi introspeksi diri bagi lembaga antirasuah itu.

PDI-P meminta KPK memperbaiki lagi kinerjanya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Salah satu yang harus diperbaiki, menurut Hasto, adalah pada sektor pencegahan.

"(Tugas) KPK bukan hanya OTT (operasi tangkap tangan), KPK menjalankan fungsi pencegahan," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (30/9/2017).

"Kami sangat prihatin dengan OTT yang dilakukan. Seolah-olah persoalan korupsi ini tidak pernah berhenti," ujar dia.

KPK sendiri pernah memberikan penjelasan bahwa sebagian besar anggaran digunakan untuk pencegahan. Meski demikian, masyarakat tetap mengenal kinerja KPK berdasarkan penindakan.

(Baca: KPK Mengeluh Programnya dalam Pencegahan Korupsi Kurang Populer)

 

Hasto juga meminta KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku, bukan secara serampangan.

"Kami tidak ingin penyadapan disalahgunakan. Kami tidak ingin penetapan tersangka dilakukan tanpa bukti-bukti yang cukup," kata Hasto.

Hasto pun menilai hasil praperadilan kemarin semakin menguatkan argumen panitia khusus hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan penyelidikan terhadap KPK. Ia berharap KPK mau memenuhi undangan yang disampaikan pansus.

"Kami berharap pihak KPK juga datang ke pansus dan kemudian memberikan penjelasan agar tujuan dari pansus sebagai bagian dari mekanisme untuk memperbaiki kinerja KPK, agar KPK juga lebih kokoh dalam menjalankan perintah undang-undang dengan sebaik-baiknya," ucap Hasto.

(Baca juga: ICW Kemukakan 6 Kejanggalan Putusan Hakim Praperadilan Setya Novanto)

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Setya Novanto, Jumat (29/9/2017).

Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto.

Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan.

Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto. Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan.

Kompas TV Polemik Kasus Hukum Setya Novanto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com