JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya mengedepankan fungsi penindakan dengan melakukan banyak operasi tangkap tangan.
Dalam sebulan terakhir, operasi tangkap tangan KPK lebih gencar daripada sebelumnya.
Menurut Romli, gencarnya penindakan KPK justru mengesampingkan fungsi pencegahan.
"Walaupun pencegahan dilakukan, tapi tidak semaksimal penindakan. Sehingga terjadi lagi, terjadi lagi. Tangkap lagi wali kota," ujar Romli, dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).
Romli mengatakan, kasus-kasus korupsi di daerah banyak diambil KPK. Seharusnya, jika mengetahui ada indikasi korupsi di wilayah tertentu, KPK melakukan koordinasi dan supervisi dengan Polri dan Kejaksaan.
Baca: Romli Atmasasmita Nilai KPK Tergesa-gesa Tetapkan Novanto Jadi Tersangka
Dengan demikian, penanganannya bisa dilakukan oleh dua institusi penegak hukum itu.
"Karena koordinasi supervisi tidak jalan, pencegahan tidak kuat," kata Romli.
Menurut Romli, Indonesia sulit terlepas dari kejahatan korupsi. Gencarnya penindakan tak akan menimbulkan efek jera.
Tindak kejahatan masih merajalela selama keadilan sosial tidak terpenuhi. Romli mengatakan, seharusnya kegiatan pencegahan dan penindakan harus satu kesatuan.
"(Pimpinan KPK) jilid satu sudah melakukan seperti itu. Yang ke sini sekarang lupa marwah itu," kata Romli.