JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto meminta Presiden Jokowi nantinya tak mengabaikan rekomendasi yang diberikan Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengatakan Presiden memang tak perlu bertemu Pansus yang hendak berkonsultasi. Namun, menurut dia, Presiden harus urun rembug bersama Pansus setelah muncul rekomendasi untuk memperkuat kinerja KPK ke depan.
"Turut rembuk, turut rembuk lah. Kalau memang ada kelemahan enggak boleh juga kita tutupi. Kan kalau ada hal-hal yang selama ini tidak sesuai prosedur, tidak on the track penegakkan hukum. Ada yang perlu dibenahi ya enggak apa-apa, buka aja," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Namun, Yandri menegaskan fraksinya hanya menginginkan penguatan KPK dari rekomendasi yang nantinya dihasilkan Pansus.
Ia menyatakan salah satu kewenangan yang perlu ditambahkan oleh KPK ialah penghentian kasus bila sudah tidak memungkinkan, seperti tersangka yang kemudian meninggal dunia.
(Baca: Apapun Rekomendasi Pansus, Pemerintah Janji Tak Akan Lemahkan KPK)
Yandri mengatakan dengan ketiadaan kewenangan tersebut seseorang yang ditersangkakan dan telah meningga dunia tetap berstatus tersangka. Hal itu, menurut dia, akan mengganggu kehidupan keluarganya.
"Tapi bukan serta merta diberi SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dan menjadi bebas seperti lembaga lain, tidak boleh juga," tutur dia.
Ia pun menegaskan PAN menolak penghapusan kewenangan KPK yang selama ini menjadi ujung tombak dalam pemberantasan korupsi seperti penyadapan, penyidikan, dan penuntutan.
"Penuntutan di KPK lah. Penyadapan kami setuju tapi kan perlu diatur dalam undang-undang. Lalu SOP (Standar Operasional Prosedur) dimasukan ke undang-undang supaya kuat," papar Yandri.
"SOP itu kan kurang kuat sebenarnya. Jangan tiba-tiba nanti ada komisioner baru kompak ganti aja SOP. Kan bisa juga," lanjut dia.