Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Alasan Jokowi Diminta Tak Konsultasi dengan Pansus Angket KPK

Kompas.com - 19/09/2017, 13:55 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, Presiden Joko Widodo sebaiknya tidak ikut campur dalam kepentingan Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansus Angket KPK) di DPR.

Jokowi diminta menolak keinginan Pansus untuk berkonsultasi.

"Sebaiknya Presiden menolak rencana konsultasi Pansus. Presiden harus memperlihatkan sikap konsisten bahwa urusan angket adalah urusan legislatif, tidak perlu melibatkan Presiden," ujar Ray dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (19/9/2017).

Menurut Ray, Jokowi harus mencegah namanya dikaitkan dalam proses yang dipandang masyarakat sebagai upaya pelemahan KPK.

(Baca juga: Konsultasi Pansus ke Jokowi untuk "Pemanasan" Jelang Susun Rekomendasi)

Ray pun menjelaskan, setidaknya ada tiga alasan mengapa Jokowi seharusnya menolak konsultasi Pansus DPR.

Pertama, menurut Ray, langkah meminta konsultasi ini dapat dilihat sebagai upaya memengaruhi Presiden Jokowi agar tidak secara vulgar menunjukan sikap menolak poin-poin rekomendasi Pansus. 

Apalagi, akhir-akhir ini Jokowi selalu menyatakan tidak ingin memperlemah KPK.

Kedua, Pansus DPR diduga ingin menempatkan Presiden Jokowi sebagai aktor yang paling bertanggung jawab atas rekomandasi Pansus.

"Apakah rekomendasi itu akan dilaksanakan atau tidak, Presiden sebagai penentu. Dengan begitu, beban bukan lagi kepada pansus, tetapi kepada Presiden," kata Ray.

Alasan ketiga, menurut Ray, keinginan Pansus untuk berkonsultasi dengan Presiden secara tidak langsung menunjukkan bahwa anggota DPR ragu akan pengguliran hak angket terhadap KPK.

(Baca juga: DPR Terbelah soal Usulan Pansus Angket KPK Konsultasi dengan Jokowi)

Menurut Ray, di satu sisi anggota DPR mengajukan angket KPK karena merasa bahwa KPK adalah bagian dari ranah kekuasaan pemerintah, sebagai pelaksana undang-undang dan penegak hukum.

Akan tetapi, pada saat yang sama anggota DPR juga memisahkan KPK sebagai bukan bagian dari Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Pansus Hak Angket KPK ingin menggelar rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Surat telah dikirimkan Pansus Hak Angket kepada pimpinan DPR untuk diteruskan kepada Presiden.

Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi berharap rapat konsultasi dengan Presiden dapat dilakukan sebelum masa akhir kerja Pansus Angket, yakni 28 September 2017.

Menurut Taufiq, kerja Pansus Angket KPK penting untuk dilaporkan kepada Presiden untuk menyampaikan perkembangan tugas dan tujuan-tujuan pansus sebagai pemahaman kepasa Presiden dalam konteks hubungan kelembagaan di Indonesia.

Kompas TV Meruncingnya komunikasi KPK dan DPR belakangan ini tidak lepas dari penyidikan dugaan korupsi KTP el. Ada nama – nama anggota DPR RI dalam kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com