JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menegaskan, MA tidak akan memberikan bantuan hukum terhadap hakim dan aparatur badan peradilan yang diduga melakukan tindak pidana.
Hal tersebut tercantum dalam Maklumat Ketua MA Nomor 01 Maklumat/KMA/ IX/ 2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung, dan Badan Peradilan di Bawahnya.
"Mahkamah Agung tidak akan memberikan bantuan hukum kepada hakim maupun aparatur Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya yang diduga melakukan tindak pidana dan diproses di pengadilan," ujar Abdullah saat memberikan keterangan pers di gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).
Baca: MA Berhentikan Hakim dan Panitera PN Bengkulu yang Kena OTT KPK
Selain itu, lanjut Abdullah, MA juga akan langsung memberhentikan pimpinan MA atau pimpinan badan peradilan yang terbukti tidak melakukan proses pengawasan dan pembinaan.
Pengawasan dan pembinaan dilakukan untuk memperbaiki citra, wibawa, dan martabat lembaga peradilan, termasuk dengan menerbitkan peraturan MA (Perma).
Tercatat ada 16 Perma yang mengatur soal pembinaan dan pengawasan, antara lain Perma Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dan Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
"Selain itu MA juga akan memberhentikan Pimpinan MA atau pimpinan badan peradilan di bawahnya apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan oleh pimpinan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan," kata Abdullah.
Baca: Suap Hakim dan Panitera PN Tipikor Bengkulu Diduga Terkait Putusan
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka pasca-operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bengkulu dan Bogor.
Tiga orang tersangka tersebut yakni hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana, panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan, dan seorang PNS bernama Syuhadatul Islamy.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Panjaitan mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan janji atau hadiah.
Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan diduga menerima suap dari Syuhadatul.
Hakim Praperadilan Tolak Gugatan Hary Tanoe
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.