JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Pascasarjana Program Studi Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kekeringan yang melanda masyarakat di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara saat ini, sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru.
Hampir setiap tahun kekeringan melanda, bahkan saat musim kemarau normal. Bencana kekeringan semakin meluas akibat pengaruh El Nino seperti pada 1997, 2002 dan 2015.
"Saat ini lebih dari 3,9 juta jiwa masyarakat yang bermukim di 2.726 desa, 715 kecamatan, dan 105 kabupaten/kota di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan. Sebagian besar mereka mengalami kekeringan setiap tahunnya," ujar Sutopo dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (12/9/2017).
Sutopo menjelaskan, secara nasional ketersediaan air masih mencukupi untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air. Kebutuhan itu seperti untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan, irigasi, industri dan lainnya hingga tahun 2020.
Namun, secara per pulau, ketersediaan air yang ada sudah tidak mencukupi seluruh kebutuhan, khususnya di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
(Baca juga: BMKG Prediksi Kekeringan 2017 Lebih Parah Dibandingkan 2016)
Studi neraca air yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum pada 1995 menunjukkan bahwa surplus air hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar lima bulan. Sedangkan pada musim kemarau telah terjadi defisit untuk selama tujuh bulan.
"Artinya ketersediaan air sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi penduduk di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara," kata Sutopo, yang juga menjabat sebaga Kepala Humas dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Hasil penelitian lain mengenai neraca air pada 2003 juga menunjukkan hasil yang sama. Dari total kebutuhan air di Pulau Jawa dan Bali sebesar 83,4 miliar meter kubik pada musim kemarau, hanya dapat dipenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau sekitar 66 persen.
Sementara itu, studi yang dilakukan Bappenas pada 2007 juga menunjukkan hasil bahwa ketersediaan air yang ada sudah tidak mencukupi seluruh kebutuhan pada musim kemarau di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Sekitar 77 persen kabupaten/kota telah memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun.