JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan hakim pada Pengadilan Tipikor Bengkulu, Dewi Suryana, dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, Hendra Kurniawan, dinilai dapat terjadi karena lemahnya pengawasan peradilan.
Secara kelembagaan atau fungsional, pengawasan menjadi tanggung jawab Badan Pengawasan pada Mahkamah Agung (Bawas MA). Namun, pengawasan itu menjadi satu persoalan krusial.
Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah menjelaskan, ada ratusan satuan kerja yang terdiri dari hakim, panitera, dan pegawai pengadilan lainnya yang harus diawasi oleh Bawas MA.
"Bawas yang letaknya di pusat dengan sumber daya manusia dan anggaran terbatas, diminta untuk mengawasi hampir 900 satuan kerja, tentu bukan pekerjaan mudah," kata Liza saat dihubungi, Sabtu (9/9/2017).
"Apalagi yang diawasi bukan hanya perilaku, melainkan seluruh bidang mulai dari administrasi perkara, administrasi persidangan, keuangan, dan lainnya," ujar dia.
(Baca juga: Rawan Korupsi, Aparatur Pengadilan di Bengkulu Jadi Perhatian MA)
Di sisi lain, lanjut Liza, terkait pengawasan dikenal juga istilah pengawasan melekat. Pengawasan ini dilakukan oleh atasan kepada bawahan secara rutin, baik berupa tindakan preventif maupun represif.
Pengawasan melekat sudah diatur dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 8/2016.
"Bila (pimpinan) tak melakukan pengawasan dengan baik, maka akan dikenakan sanksi," kata Liza.
Namun demikian, menurut Liza, dalam penerapannya selama ini pengawasan melekat sangat kurang tertib. Padahal, pengawasan dari atasan kepada bawahannya ini menjadi penambal dari pengawasan fungsional.
"Untuk kasus OTT Bengkulu ini, Ketua PN Bengkulu dinonaktifkan. Menurut saya, ini erat kaitannya dengan implementasi Perma ini," kata Liza.
(Baca juga: Anak Buah Kena OTT KPK, Ketua PN Bengkulu Dinonaktifkan)
Sementara, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Farid Wajdi menyampaikan, berdasarkan catatan KY sejak 2016 hingga kini, terdapat 28 orang aparat pengadilan dari berbagai unsur jabatan yang ditangkap KPK, mulai dari hakim, panitera, maupun pegawai pengadilan.
Satu bulan lalu, KPK juga telah menangkap panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi.
Menurut KY, kata Farid, sebagai induk dari lbaga peradilan maka MA perlu selalu mengambil langkah-langkah tegas atas setiap pelanggaran yang dilakukan aparat pengadilan.
Misalnya seperti yang dilakukan MA atas kasus suap hakim dan panitera di PN Bengkulu, yakni menonaktifkan sementara Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Kaswanto. Dengan demikian, pelanggaran-pelangaran dapat ditekan.
"Model sanksi yang demikian jadi pelajaran bagi pihak lain agar senantiasa tidak bosan melakukan pembinaan sekaligus memberi keteladanan dalam melakoni profesinya," kata Farid saat dihubungi, Jumat (8/9/2017).
KPK menangkap hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana, panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan, dan seorang PNS bernama Syuhadatul Islamy, di Bengkulu pada Rabu (6/9/2017) pukul 21.00 WIB.
Kemudian, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan diduga menerima suap dari Syuhadatul Islamy. Diduga, suap tersebut diberikan Syuhadatul guna memengaruhi putusan hakim.