Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Refly Harun: Jangan Berpikir Pemerintah Tak Mungkin Otoriter

Kompas.com - 17/07/2017, 09:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan harus dilihat dengan kacamata jangka panjang.

Perppu ini tidak bisa hanya dilihat sebagai upaya pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap anti-Pancasila.

Sebab, jika disetujui oleh DPR, aturan yang ada dalam perppu tersebut akan terus berlaku hingga ada revisi selanjutnya. Refly menilai, kondisi tersebut sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.

Sebab, ia menilai isi aturan dalam perppu tersebut membuka peluang bagi pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap ormas. Perppu memang mengatur bahwa pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa harus melalui proses pengadilan.

"Jangan berpikir pemerintah tidak mungkin otoriter. Jangan begitu cara berpikirnya. Kita ini kan melihat aturan itu untuk jangka panjang," kata Refly saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/7/2017).

Refly mengakui bahwa pemerintahan Joko Widodo saat ini masih jauh dari kesan otoriter. Menurut dia, pemerintahan Jokowi masih konsisten dalam menjaga demokrasi.

Namun, ia menegaskan bahwa bibit-bibit otoriter tidak boleh disemai.

"Dulu peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru, mungkin orang enggak akan menyangka Orde Baru otoriter," ucap Refly.

Refly pun menilai, argumen pemerintah bahwa ormas yang dibubarkan bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak cukup kuat. 

Ia mengatakan, setiap keputusan administrasi yang diambil pemerintah memang berhak digugat. Namun, hal tersebut bukan berarti membuat Perppu Ormas ini menjadi lebih baik.

"Karena itu sudah dihukum dulu baru diperjuangkan haknya. Sama seperti orang misalnya dituduh korupsi, hartanya dirampas, lalu kalau enggak setuju gugat ke pengadilan, kan begitu," ucap Refly.

Refly juga mengingatkan bahwa proses gugatan di PTUN, naik ke PTTUN, sampai ke putusan inkrah di Mahkamah Agung, bisa memakan waktu bertahun-tahun.

"Sementara organsiasi sudah bubar duluan," ucap Refly.

(Baca juga: Kritik Yusril terhadap Ketentuan Pidana dalam Perppu Ormas)

Refly pun berharap Dewan Perwakilan Rakyat menolak perppu ini. Jika ingin memperbaiki UU 17/2013 tentang Ormas, ia menyarankan agar pemerintah mengajukan revisi UU dan tidak benar-benar menghilangkan mekanisme pengadilan.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki sebelumnya menegaskan bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 bukanlah sebuah bentuk kesewenang-wenangan.

Dengan perppu ini, maka pemerintah bisa membubarkan suatu ormas tanpa melalui pengadilan.

Namun, surat keputusan pembubaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia nantinya tetap bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

"Karena itu bukan keputusan politik, itu hanya level menteri ke bawah, sehingga harus dilihat sebagai keputusan administrasi, bisa dibawa ke pengadilan tata usaha negara," kata Teten usai mendampingi Jokowi meresmikan Akademi Bela Negara Partai Nasdem di Jakarta, Senin (16/7/2017).

(Baca juga: Jokowi: Yang Tak Setuju Perppu Ormas, Silakan Tempuh Jalur Hukum)

Kompas TV Presiden Joko Widodo mempersilakan penolak Perppu pembubaran ormas segera menempuh jalur hukum. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com