AKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddique meminta publik tidak perlu khawatir soal terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat.
Apalagi jika kekhawatiran itu terkait akan munculnya pemerintahan yang otoriter.
"Membayangkan ada otoritarianisme, diktator, apa lagi seperti tulisan pakar itu, enggak perlu terlalu khawatir begitu," kata Jimly dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).
Menurut Jimly, negara memang harus hadir di saat situasi kebebasan berpendapat seperti saat ini.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengapresiasi langkah pemerintah yang berani membuat aturan tegas meskipun sudah memprediksikan akan timbul reaksi yang keras dari aturan tersebut.
"Jadi saya rasa biarlah kebebasan ini kita nikmati tapi ada keteraturan, ada batas-batas," tuturnya.
Situasi saat ini, menurut Jimly, merupakan dampak kebebasan berpendapat yang terlalu dibiarkan bebas.
Ia berpendapat, sistem demorasi Presiden Joko Widodo tinggal bersisa dua tahun. Untuk mengukur kesuksesan pemerintah dapat dilihat dari Pemilu 2019 mendatang.
"Apakah ini akan menimbulkan otoritarianisme baru, menurut saya enggak. Karena kan cuma lima tahunan. Jadi nanti diuji di Pemilu 2019," kata Jimly.
"Semua orang boleh berpendapat anti-Tuhan (misalnya), tapi begitu ingin membuka organisasi anti-Tuhan, mengajak orang, jadi masalah," ujar dia.
Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan. Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.
Perppu ini dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan upaya pembubaran terhadap Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap anti-Pancasila.
Adapun salah satu sorotan tajam terhadap Perppu Ormas adalah ketentuan pidana, terutama terhadap anggota ormas yang dianggap anti-Pancasila.
(Baca: Anggota Ormas Anarkistis dan Anti-Pancasila Bisa Dipenjara)
Salah satu kritik disampaikan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra.
"Terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orla seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal zaman Orba, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila, itu tidak pernah ada," ucap Yusril.
(Baca: Kritik Yusril terhadap Ketentuan Pidana dalam Perppu Ormas)
Berdasarkan perppu ini, menurut Yusril, ormas mana pun dapat dibidik. Yusril menilai, bisa saja diciptakan opini negatif, lantas kemudian diberi stigma sebagai ormas anti-Pancasila untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh pemerintah.
"Ormas-ormas lain, termasuk yayasan dan LSM, justru harus bersatu melawan kehadiran perppu yang bersifat otoriter ini, tentu dengan tetap menggunakan cara-cara yang sah dan konstitusional," ucap Yusril