JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril menilai, usulan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih fokus pada upaya pencegahan daripada penindakan adalah pemikiran yang tidak tepat.
Sebab, usulan tersebut bertentangan dengan TAP MPR No. 11 Tahun 1998 bahwa pembentukan KPK demi mewujudkan pemerintahan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
"(Pembentukan KPK) Ini sesuai dengan amanat TAP MPR n UNCAC (konvensi internasional antikorupsi)," kata Oce saat dihubungi, Jumat (30/6/2017).
Di sisi lain, lanjut Oce, Polri dan Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum belum mampu memberantas korupsi.
(Baca: Novel Baswedan Tetap Ingin Berada di KPK)
Oleh karena itu, menurut Oce, ketika dibentuk KPK juga diberikan kewenangan yang lebih luas.
Misalnya, penyadapan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti. Termasuk mengambil alih kasus-kasus yang ditangani polisi dan jaksa. Hal ini sudah diatur dalam undang-undang KPK.
"KPK dibentuk untuk maksimalkan penindakan karena polisi dan jaksa belum mampu," kata Oce.
Lebih jauh, Oce menambahkan, KPK selain memiliki fungsi penindakan juga punya mandat untuk memonitoring pemerintahan.
Oleh karena itu, menurut Oce, wajar jika pada kemudiannya KPK seperti koordinator pemberantasan korupsi.
Sebab, lembaga anti -korupsi ini secara khusus memiliki visi dan misi pemberantasan korupsi.
"Jadi politik hukumnya adalah kejahatan Korupsi dan pencucian uang ditangani oleh KPK, Polisi dan Jaksa hanya menangani perkara kecil saja," kata Oce.
Sebelumnya, usulan agar KPK lebih banyak melakukan fungsi pencegahan ketimbang penindakan dilontarkan oleh Ahli hukum pidana Andi Hamzah.
(Baca: Andi Hamzah Usul Kerja KPK Hanya 30 Persen Menindak Koruptor)
Alasannya, pencegahan akan lebih efektif dalam memberantas korupsi.
Menurut Andi, beberapa negara yang berhasil mengurangi praktik korupsi adalah negara-negara yang berhasil membentuk sistem pencegahan dengan baik. Misalnya, Korea Selatan.
Sementara negara seperti China yang menerapkan hukuman mati dan memberikan tuntutan maksimal terhadap koruptor, jumlah korupsi tidak menunjukan penurunan yang drastis.
"Saya usulkan KPK itu 70 persen harus mencegah. Hanya 30 persen untuk penindaka," ujar Andi dalam forum diskusi Asosiasi Pakar Hukum Pidana di Jakarta, Selasa (27/6/2017).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.