JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang Idul Fitri 1438 Hijriah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kembali pegawai negeri dan penyelenggara negara di seluruh Indonesia untuk tidak menerima hadiah terkait jabatan.
Jika hadiah tersebut terpaksa diterima, misalnya bingkisan yang langsung dikirim ke rumah, kantor, atau ditransfer masuk ke rekening pribadi, KPK mengingatkan agar hadiah tersebut segera dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterima.
"Laporkan setiap hadiah yang terkait dengan jabatan," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, melalui keterangan tertulis, Kamis (22/6/2017).
Giri menegaskan bahwa agama Islam tidak melarang menerima hadiah. Namun, hadiah yang terkait jabatan, termasuk dalam kategori gratifikasi.
Hadiah tersebut bisa berbentuk uang tunai, bingkisan makanan-minuman, parsel, fasilitas atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan, pengusaha, masyarakat, atau yang berhubungan dengan jabatannya.
Bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, lanjut Giri, menerima gratifikasi dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan menimbulkan konflik kepentingan.
Bagi yang menerima dianggap melakukan kesalahan penerimaan yang tidak patut atau tidak wajar.
"Harap pegawai negeri atau penyelenggara negara berhati-hati dengan kepentingan lain yang potensial menumpangi tradisi mulia saling memberi yang ada di masyarakat dan adat istiadat kita," ujar Giri.
Dari laporan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri dua tahun terakhir, Direktorat Gratifikasi KPK mendapati peningkatan pelaporan.
Pada 2015 terdapat 94 laporan penerimaan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri yang terdiri dari bingkisan berupa makanan-minuman, voucher belanja, perabotan rumah tangga, bahan kain dan barang elektronik total senilai Rp 35,8 Juta.
Sedangkan pada 2016, terdapat 371 laporan penerimaan gratifikasi terkait Hari Raya Idul Fitri yang terdiri dari uang tunai, parsel makanan-minuman, voucher belanja, laptop, sarung, kristal dan lain sebagainya total senilai Rp1,1 miliar.
Seperti diungkapkan awal Juni lalu, nilai pelaporan gratifikasi secara umum yang masuk ke KPK mulai Januari–Mei 2017 telah mencapai Rp108,3 miliar.
Jumlah ini adalah jumlah tertinggi yang pernah dicapai, setelah terus menerus mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2013, nilai pelaporan gratifikasi sekitar Rp 1,9 miliar. Tahun 2014 naik menjadi Rp 3,6 miliar. Kemudian pada 2015 mencapai Rp 7,3 miliar. Kemudian, pada 2016 nilainya mencapai Rp 14,5 miliar.
Giri mengatakan, meningkatnya jumlah pelaporan tersebut setiap tahunnya seiring dengan kesadaran pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk melaporkan hadiah terkait jabatan yang dapat mengakibatkan konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan.