Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cenderamata dari Tamu Negara untuk Jokowi Dianggap Gratifikasi?

Kompas.com - 08/03/2017, 19:07 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama ini, cenderamata atau hadiah untuk presiden dianggap sebagai benda yang berpotensi dikategorikan sebagai gratifikasi.

Namun, tidak semua pemberian dari tamu negara kepada Presiden Joko Widodo dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.

Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala mengatakan, jika kenang- kenangan itu diberikan oleh tamu negara, maka otomatis itu didaftarkan ke Kementerian Keuangan untuk dijadikan Barang Milik Negara (BMN).

"Tapi kalau itu dari perusahaan atau perorangan, apalagi jika nilainya jut jut jut, (bernilai berjuta-juta atau lebih), ya lapor KPK," ujar Djumala di Kompleks Istana Presiden, Rabu (8/3/2017).

Djumala mencontohkan, saat Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Rusia pada Mei 2016 lalu. Salah satu perusahaan minyak asal Rusia bernama Rosneft memberikan oleh -oleh kepada Presiden Jokowi berupa lukisan dan perangkat minum teh.

(Baca: Jokowi Kembalikan Hadiah dari Perusahaan Minyak asal Rusia ke KPK)

Presiden pun melaporkan pemberian itu ke KPK sepulangnya ke Tanah Air.

"Latar belakang Rosneft kalian tahulah dan waktu itu Presiden ke sana dalam rangka apa. Makanya patut diduga ya itu (gratifikasi)," ujar dia.

Djumala menambahkan, tidak ada undang-undang yang mengatur nilai sebuah barang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Oleh sebab itu, seluruh barang yang diberikan ke Presiden selalu dilaporkan ke KPK.

"Ternyata yang dari Rosneft itu nilainya memang gede kan. Meski ya tidak ada di undang-undang juga soal batas nilainya," ujar Djumala.

(Baca juga: Jokowi Akan Beri Cenderamata ke Tamu Negara, jika...)

Dikutip dari laman www.kpk.go.id, pengertian gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bunyinya, "pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya".

Tertulis juga, "gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik".

Akan tetapi, dalam Pasal 12C ayat (1) tertulis, "gratifikasi yang yang diterima penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK".

Pelaporan tersebut paling lambat adalah 30 hari sejak tanggal diterimanya gratifikasi.

Dalam Pasal 2 Bab II Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 mengatur bahwa penyelenggara negara yang wajib melaporkan gratifikasi ke KPK yakni, mulai dari pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, menteri, gubernur, hakim hingga pegawai negeri.

Kompas TV Presiden Joko Widodo membuka Konferensi Tingkat Tinggi Indian Ocean Rim Association (KTT IORA) yang dihadiri sejumlah menteri luar negeri negara-negara anggota.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com