Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tak Harus Tunduk kepada DPR

Kompas.com - 15/06/2017, 13:41 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menilai, alasan DPR menggulirkan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tepat.

DPR beralasan, selama ini KPK berjalan tanpa pengawasan.

Ia berpendapat, selama ini, dalam menjalankan kewenangan pro justicia, KPK selalu mendapatkan pengawasan.

Pengawasan terhadap KPK melekat dalam sistem peradilan pidana, bukan oleh DPR.

"Misalnya, ketika melakukan penyadapan, KPK wajib menghadirkan rekaman penyadapan itu ke pengadilan agar dapat diterima sebagai bukti," kata Miko, melalui pesan singkat, Kamis (15/6/2017).

"Ketika KPK menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka KPK wajib melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan untuk diperiksa secara terbuka," tambah dia.

Hal ini, lanjut Miko, berlaku sama untuk kewenangan-kewenangan penegakan hukum lainnya yang dilakukan KPK.

Baca: Ketua KPK: Rekaman Pengakuan Miryam Tak Perlu Dibuka di Pansus Angket

Artinya, KPK dilengkapi sistem pengawasan dan harus tunduk pada sistem peradilan pidana yang mengharuskan adanya mekanisme saling uji.

Miko menambahkan, penggunaan hak angket oleh DPR bertentangan dengan asas independensi KPK sebagai penegak hukum dan akan mengganggu pengungkapan kasus-kasus korupsi yang tengah ditangani, seperti kasus e-KTP, BLBI, dan kasus-kasus lainnya.

Hal itu terlihat dari wacana permintaan informasi atau dokumen terkait pengungkapan perkara.

"Sebagaimana ketentuan Pasal 205 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan KPK wajib hadir dan menyerahkan segala dokumen apabila dimintakan oleh Pansus Hak Angket," kata Miko.

Meski demikian, KPK bisa saja menolak memberikan informasi atau dokumen terkait perkara yang tengah ditangani kepada Pansus Hak Angket.

Baca: Lewat Surat, Miryam S Haryani Bantah Ditekan Anggota Komisi III

Sebab, terdapat ketentuan undang-undang lainnya, seperti pada Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik yang menyatakan bahwa materi penyidikan adalah dokumen yang bersifat dikecualikan untuk dapat diakses.

Miko mengatakan, selain itu juga terdapat konflik kepentingan di antara pengusung dan anggota Pansus Hak Angket.

"Oleh karenanya, tidak salah muncul kesan bahwa ini bukan aspirasi rakyat (konstituen) melainkan aspirasi para anggota Pansus Hak Angket sendiri," kata Miko.

Kompas TV Hak Angket, Lemahkan KPK? - Dua Arah (Bag 4)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com