JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyayangkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangan Mendagri dalam membatalkan peraturan daerah tingkat provinsi.
Keputusan MK itu, menurut Tjahjo, akan mempersulit Mendagri dalam mengawasi dan mengendalikan perda-perda yang ada. Padahal, antara pemerintah daerah dan pusat harus sejalan.
"Walau keputusan final dari MK, tapi Kemendagri sangat menyayangkan putusan ini. Apa pun, pemerintah adalah satu dari pusat sampai daerah," kata Tjahjo melalui pesan tertulisnya, Rabu (15/6/2017) malam.
Meski demikian, lanjut Tjahjo, Kemendagri mempunyai cara lain untuk mengawasi perda-perda yang berlaku.
"Kalau tidak ada pengawasan pasti perda-perda dikhawatirkan bertentangan dengan keputusan/kebijakan pemerintah pusat," kata Tjahjo.
Menurut Tjahjo, guna memastikan perda yang akan diterbitkan sejalan dengan program pemerintah pusat maka Kemendagri akan mengintensifkan pelatihan penyusunan perda. Selain itu, juga akan memperketat penerbitan nomor registrasi perda.
"Karena program kebijakan strategis pusat prinsipnya harus bisa terlaksana di daerah dan program daerah harus selaras dengan program pusat sesuai dengan kondisi budaya dan geografis kebutuhan masyarkat," kata Tjahjo.
Sebelumnya, Putusan MK Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang diterbitkan pada Rabu 15 Juni 2017 mencabut kewenangan Mendagri membatalkan perda provinsi.
MK dalam pertimbangannya mengacu pada Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 yang diterbitkan pada 5 April 2017 lalu.
(Baca: Putusan MK Cabut Kewenangan Mendagri Batalkan Perda Provinsi)
Dalam putusan Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 itu disebutkan bahwa pencabutan perda kabupaten/kota oleh gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam putusan itu juga MK menyatakan, demi kepastian hukum dan sesuai dengan UUD 1945 menurut Mahkamah, pengujian atau pembatalan perda menjadi ranah kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.
(Baca juga: Kemendagri Akan Perketat Kontrol Pembahasan Perda)