JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai, sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam merespons orasi pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berinsial VKL yang mengkritik Jokowi, terlalu reaksioner.
Menurut Tama, pernyataan dilontarkan VKL merupakan Kritik biasa. Kritik serupa kerap terjadi dalam sistem negara yang menganut Demokrasi.
"Kata-kata yang disampaikan (VKL) berdasarkan video, saya pribadi tidak menemukan unsur pidana. Apa yang mau dikejar (oleh Mendagri)?," ujar Tama ditemui di restoran Tjikini Lima, Cikini, Jakarta, Jumat (12/5/2017).
(Baca: Mendagri Tetap Tuntut Klarifikasi Pengkritik Jokowi)
Sebagai bagian dari ICW yang juga kerap mengkritik Pemerintah, Tama khawatir, sikap tersebut akan menjadi pola yang terus berulang.
Sehingga ketika ada warga negara yang mengkritik pemeritah, dengan mudahnya muncul niatan upaya pengkriminalisasian.
"Temen-temen yang aktif memberikan kritik, namun tidak sesuai dengan keinginan Mendagri, misalnya, terus mau dilaporkan?," kata dia.
(Baca: Diduga Sebarkan Data E-KTP Pengkritik Jokowi, Ini Penjelasan Mendagri)
Menurut Tama, jika Tjahjo Kumolo merasa tidak suka dengan apa yang disampaikan VKL, sedianya dapat menyikapinya dengan lebih bijak.
Misalnya, memberikan teguran terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, sebagai menteri sedianya justru merangkul dengan membuka diri menampung aspirasi mereka.
"Kan tentu saja ketika ada kritik harus dimaknai sebagi masukan. Siapa pun yang melihat masukan positif, meskipun dalam bentuk kritik, itu patut diapresiasi, bahkan dijadikan refleksi atau masukan," ujar Tama.
Tama menambahkan, hal yang saat ini terjadi justru menunjukkan bahwa pemerintahan seperti anti kritik.
Indonesia, menurut Tama, justru seperti mengalami kemunduran beberapa tahun ke belakang.
"Era reformasi dan demokrasi kan sebenarnya waktunya masyarakat memberikan masukan untuk pembangunan," kata Tama.
Dalam sebuah video yang beredar, VKL mengatakan bahwa rezim pemerintahan Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim pemerintah era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).