Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap Mendagri Dikhawatirkan Jadi Pola yang Terus Berulang

Kompas.com - 12/05/2017, 21:42 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai, sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam merespons orasi pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berinsial VKL yang mengkritik Jokowi, terlalu reaksioner.

Menurut Tama, pernyataan dilontarkan VKL merupakan Kritik biasa. Kritik serupa kerap terjadi dalam sistem negara yang menganut Demokrasi.

"Kata-kata yang disampaikan (VKL) berdasarkan video, saya pribadi tidak menemukan unsur pidana. Apa yang mau dikejar (oleh Mendagri)?," ujar Tama ditemui di restoran Tjikini Lima, Cikini, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

(Baca: Mendagri Tetap Tuntut Klarifikasi Pengkritik Jokowi)

 

Sebagai bagian dari ICW yang juga kerap mengkritik Pemerintah, Tama khawatir, sikap tersebut akan menjadi pola yang terus berulang.

Sehingga ketika ada warga negara yang mengkritik pemeritah, dengan mudahnya muncul niatan upaya pengkriminalisasian.

"Temen-temen yang aktif memberikan kritik, namun tidak sesuai dengan keinginan Mendagri, misalnya, terus mau dilaporkan?," kata dia.

(Baca: Diduga Sebarkan Data E-KTP Pengkritik Jokowi, Ini Penjelasan Mendagri)

Menurut Tama, jika Tjahjo Kumolo merasa tidak suka dengan apa yang disampaikan VKL, sedianya dapat menyikapinya dengan lebih bijak.

Misalnya, memberikan teguran terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, sebagai menteri sedianya justru merangkul dengan membuka diri menampung aspirasi mereka.

"Kan tentu saja ketika ada kritik harus dimaknai sebagi masukan. Siapa pun yang melihat masukan positif, meskipun dalam bentuk kritik, itu patut diapresiasi, bahkan dijadikan refleksi atau masukan," ujar Tama.

Tama menambahkan, hal yang saat ini terjadi justru menunjukkan bahwa pemerintahan seperti anti kritik.

Indonesia, menurut Tama, justru seperti mengalami kemunduran beberapa tahun ke belakang.

"Era reformasi dan demokrasi kan sebenarnya waktunya masyarakat memberikan masukan untuk pembangunan," kata Tama.

Dalam sebuah video yang beredar, VKL mengatakan bahwa rezim pemerintahan Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim pemerintah era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Hari ini membela Ahok karena, bahwa ini adalah keadilan yang diinjak-injak. Rezim Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim SBY," ujar VKL dalam video tersebut.

Kementerian Dalam Negeri pun telah mengirimkan surat kepada VKL ke alamat rumahnya untuk segera membuat permintaan maaf secara terbuka.

(Baca: Fadli Zon Nilai Mendagri Berlebihan Tanggapi Pengkritik Jokowi)

Surat itu dikirimkan Kemendagri, imbas orasi VKL tersebut yang mengkritik Presiden Joko Widodo, usai vonis dua tahun untuk Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Bahkan, Kemendagri melalui Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengancam membawa masalah ini ke jalur hukum, jika VKL dalam watku satu pekan ini tak memberikan klarifikasi.

Kompas TV Mendagri Tjahjo Kumolo Bicara Soal Vonis Ahok (Bag. 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com