JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf Habibie dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat kemarin, Senin (8/5/2017) sama-sama datang ke acara peringatan Tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
BJ Habibie datang terlebih dahulu dan banyak yang antusias menyambutnya. Ia dianggap sebagai presiden pertama yang peduli akan keluarga korban tragedi memilukan 19 tahun silam tersebut.
Ketika Habibie datang, para komisioner Komnas Perempuan langsung berjejer menyambut penemu teori keretakan pesawat yang mendunia itu.
Keluar dari pintu mobilnya, BJ Habibie langsung mendapat kalungan syal berwarna cokelat, bermotif batik. Namun, popularitas Habibie "tak bertahan lama", meski ia tampil keren dengan setelan baju safari lengan pendek warna putih tulang, berpeci dan berkacamata hitam.
Sebab, Djarot yang datang dengan memakai pakaian dinas cokelat pun langsung dikerubuti ibu-ibu para keluarga korban Tragedi Mei 1998 dan tamu-tamu lainnya.
Pesona Djarot terkesan lebih menyihir para ibu-ibu yang ada di sana. Sama halnya dengan BJ Habibie, Djarot pun juga mendapat kalungan syal yang senada, baik warna dan motif batiknya.
Masuk ke lokasi acara, ibu-ibu lebih antusias melihat Djarot dibanding ketika menyambut Habibie. Tepuk tangan, dan sorak-sorakan terdengar nyaring. Bahkan, Djarot langsung dikerubuti untuk diajak swafoto oleh ibu-ibu yang ada di sana.
Bisa jadi, hal ini disebabkan ibu-ibu itu segan dan hormat dengan BJ Habibie yang merupakan pemegang kurang lebih 46 hak paten di bidang aeronautika itu. Atau, jangan-jangan mereka takut dengan pasukan pengamanan presiden (Paspampres) yang mengawal Habibie.
Saat giliran berpidato membuka acara, Djarot mengatakan bahwa banyak warga yang datang ke dirinya, mewanti-wanti betul agar tragedi di Ibu Kota pada Mei 1998 silam tak lagi pecah.
Warga yang datang dan menyampaikan kekhawatirannya itu dari beragam etnis dan agama, Tionghoa, Jawa, Sunda, Islam dan juga Kristen.
"Mereka juga sampaikan, Pak Ahok (Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama), Pak Djarot harus tetap tersenyum. Apa pun juga harus senyum dan ikhlas. Saya terjemahkan ini untuk melawan berbagai gangguan dan godaan di depan saya," kata Djarot.
Djarot melanjutkan, ketika Pilkada DKI lalu, para warga itu khawatir, tragedi kelam itu kembali terulang. Apalagi, Pilkada memang sempat memanas dengan isu suku, rasa, agama dan antargolongan (SARA).
"Tapi saya sampaikan semua, jangan khawatir. Kami semua warga Jakarta akan bertanggung jawab menjaga Jakarta," ujar Djarot Saiful Hidayat.
Ketika mantan wali kota Blitar dua periode itu menyampaikan pidatonya, terlihat tak sedikit ibu-ibu yang matanya mulai berkaca-kaca, mukanya memerah, menahan air mata yang ingin jatuh membasahi pipi.
(Baca: Keluh Kesah Warga ke Djarot, Trauma Tragedi Mei 1998 Terulang)