JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial mengingatkan majelis hakim yang menangani kasus penodaan agama untuk tidak terpengaruh isu yang berkembang di media masaa dan media sosial. Hal itu guna menjaga independensi hakim dalam memutus perkara.
"Lebih bijak dan selektif dalam membaca berita dan media sosial, yang berpotensi membuat hakim terpengaruh dan merasa diintervensi," ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (1/5/2017).
Menurut Farid, kemerdekaan dan independensi hakim diperlukan untuk menjamin imparsialitas dan keadilan dalam memutus perkara.
(Baca: Jelang Vonis Ahok, Jubir KY Sebut Hakim Tidak Boleh Baca Media Sosial)
Farid mengatakan, bagaiamana pun hakim adalah manusia yang tidak bisa lepas dari rasa takut ketika diintervensi dan diintimidasi. Hakim sepatutnya menghindari polemik tentang proses hukum oleh berbagai pihak di luar ruang persidangan.
"Jika para pakar hukum di luar sidang lebih ahli atau berdebat di ruang publik, disadari atau tidak, martabat pengadilan atau hakim terdegradasi karena ketidakpercayaan publik," kata Farid.
(Baca: Didatangi Pendemo, PN Jakut Pastikan Vonis Ahok Tak Bisa Diintervensi)
Majelis hakim sedianya akan membacakan putusan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 9 Mei mendatang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana 1 tahun penjara dengan 2 tahun masa percobaan kepada Ahok.