Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Sentimentalia Bangsa Kita

Kompas.com - 14/02/2017, 14:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Presiden Jokowi memilih jalan tengah saat menghadapi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang melaporkan keluh kesahnya terkait penyadapan komunikasi seluler dengan Ma'ruf Amin.

Jalur yang ditempuh SBY itu sepintas nampak biasa saja, namun ditilik dari sudut pandang posisinya sebagai mantan presiden—yang kini telah kembali menjadi rakyat, tebersit sebuah kepanikan di dalamnya.

SBY memang memiliki hak privilese sebagai mantan orang nomor satu negeri ini. Ia ditahbis sebagai warga istimewa oleh negara. Tapi kewenangan itu tak dipergunakan SBY dengan cerdas.

Terlepas dari apa yang ia bahas dan kemudian "tersadap," SBY tak mesti sepanik itu. Tanpa harus terburu nafsu menemui Jokowi di istana, ia masih bisa membincangnya melalui jalur komunikasi pribadi. Sehingga efek yang ditimbulkan tidak malah menjadi blunder bagi dirinya sendiri.

Bapak SBY yang kita hormati seolah lupa, ia hidup di zaman apa. Corak kehidupan kita saat ini berubah drastis sejak ia menjabat presiden pada 2004 silam.

Maraknya pemakaian internet yang kini telah merambah ke telepon seluler, membuat semua orang yang berjejaring di dalamnya, berkesempatan menjadi hakim dari semua persoalan.

Kalangan netizen yang khaotik itu, tak mudah dikendalikan. Mereka punya sistem nalar yang cenderung merisak (bullying). Soal akal sehat, urusan belakangan. Kisah yang dialami Gus Mus, misalnya, jelas tak bisa dianggap sepele.

Apa yang membuat sosok semacam Gus Mus bisa kalah pamor dengan sepotong dua berita dari sebuah situs apkiran?

Kecelakaan mendasar yang luput teramati para pengguna media sosial (medsos) adalah, nilai manusia kalah telak dibanding internet dalam dunia maya. Entah ulama, presiden, atau tokoh bangsa sekali pun, tetap sama nilainya di hadapan mereka: yang masuk kategori "orang pintar baru."

Kita sedang melintasi era yang mengizinkan semua manusia tampil sebagai dirinya—meski tak utuh. Segala rekaman gambar dan suara, semua tempat yang dikunjungi, kegiatan harian, bahkan detik terakhir dalam hidup, terunggah tak sengaja.

Negara mana pun pasti kesulitan mencari batas paling jelas dari fenomena itu. Dunia kita meledak secara informatif. Tanpa sempat menyiapkan diri dengan aturan main yang mungkin bisa disebut sebagai norma berjejaring.

Gelombang risak yang dialami SBY via akun Twitter-nya, jadi bukti nyata. Mereka nyaris lupa sedang berhadapan dengan siapa dan kasus bagaimana. Keinginan kalangan netizen mengawal laju pemerintahan (juga hidup berbangsa kita pada ghalibnya), hampir sulit dibendung.

Kendati cara yang mereka lakukan jauh panggang dari api. Mereka sama sekali tak menyadari siapa aktor utama dibalik simpang siur dunia modern kita sekarang.

Perilaku para pejabat publik kita pun sama sekali jauh dari menunjukkan sikap terhormat. Mereka tak pernah berhenti memancing di air keruh. Rakyat kerap dibuat bingung dan kalang kabut mengikuti akrobat mereka di media massa—khusus dalam jaringan.

Panggung politik berubah jadi tontonan menjemukan. Tak jauh beda dengan sinetron India dalam saluran televisi nasional.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com