Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Sentimentalia Bangsa Kita

Kompas.com - 14/02/2017, 14:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Zuckerberg bukan tak tahu ini. Ia jelas mafhum. Namun kenapa ia hanya mendatangi Tiongkok dan India dan meminta maaf atas kekeliruan perusahaannya? Kenapa ia tak ke Indonesia? Agenda apa yang sejatinya sedang ia emban?

Zuckerberg jelas tahu potensi besar bangsa Indonesia. Ia juga mengamati betapa bangsa ini kesulitan membedakan mana informasi dan data.

Pada kenyataannya, informasi-data beraduk sedemikian rupa hingga kabur tak jelas rimbanya.

Momen pilkada Jakarta yang sedang hangat bisa dijadikan tolok ukur menilai persoalan ini. Partai yang menjagokan kadernya sebagai calon gubernur, tak perlu kesulitan mencari karya apa yang sudah dihasilkan oleh kader bersangkutan.

Cukup dengan memviralkan berita miring, dan mencari kesalahan gubernur petahana, maka panggung pun jadi semarak. Publik tak perlu tahu bahwa karya dan kerja nyata bukan lagi soal utama.

Fenomena itu berbeda tegas dengan apa yang lazim dilakukan para tokoh pendiri republik ini. Sukarno menulis Indonesia Menggugat yang menggemparkan dunia demi membela dirinya. Hatta tak kalah taji.

Dari dalam tahanannya yang sesak di Belanda, ia menulis Indonesia Vrij (Indonesia Merdeka) pada 1927. Itulah pidato pembelaannya yang monumental di hadapan pengadilan. Ia membacakannya selama tiga setengah jam.

Demokrasi dapat berjalan dengan baik, menurut Bung Hatta, “Jika ada  tanggung jawab dan tenggang rasa di kalangan pemimpin politik. Sebaliknya, perkembangan politik yag berakhir dengan kekacauan, demokrasi yang berujung main hakim sendiri, membuka jalan bagi lawannya: diktator.”

Kini tengoklah yang terjadi. Tak satu pun pemimpin partai atau pejabat kenegaraan yang mau bertungkus lumus menulis karyanya.

Mereka tak lagi berpolemik di media massa dengan tulisan bernas. Kecuali sibuk menerbitkan buku pseudo biografi yang tujuannya jelas demi memulas citra.

Mereka lebih senang menenggelamkan diri dalam proxy war (perang nirbentuk). Lantas sibuk memutarbalikkan fakta sedemikian rupa.

Wajar bila kemudian bangsa Indonesia dalam tingkat tertentu, nampak begitu sentimental. Emosi kita gampang diaduk hanya dengan secuil berita.

Bahkan seorang mantan presiden yang dalam sejarah republik ini berhasil menunaikan dua periode kepemimpinanan tanpa pemakzulan, masih tak tahan mencurahkan isi hatinya dalam sebuah kicauan linimasa Twitter—wahana baru intelijen yang seharusnya ia tahu dikendalikan negara mana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com