JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu pemohon uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan terkait sistem zona dalam pemasukan (Impor) hewan ternak, Teguh Boediana, percaya bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan prinsip integritas hakim.
Meskipun salah satu hakim konstitusi, Patrialis Akbar, diduga menerima suap terkait penanganan uji materi tersebut, Boediana tetap percaya pada putusan hakim.
"Bahwa di situ ada ekses (kasus Patrialis) seperti itu-itu di luar, tapi kami percaya integritas hakim. Kami percaya konsistensi mereka, rincian yang dibacakan dan kita semua dengar," ujar Teguh di Gendung Mahkamah Konstitusi, Jakarta (7/2/2017).
Teguh mengaku tidak pernah menduga, apalagi tahu isi dari putusan tersebut. Dia pun menerima putusan hakim yang menolak hampir sebagian besar uji materi.
"Kami hanya berdoa semoga putusan dikabulkan, tapi apa pun prinsipnya, sebagai WNI keputusan MK harus diterima. Seperti pemerintah legawa, kami legawa ini. Kami hormati lembaga tertinggi MK," kata dia.
Teguh mengajukan uji materi bersama Mangku Sitepu, Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha, Asnawi, Rachmat Pambudy, dan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).
Pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 36 C ayat 1, Pasal 36 C ayat 3, Pasal 36 D ayat 1, Pasal 36 E ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Namun dalam sidang putusan, Mahkamah menyatakan hanya menerima permohonan pada Pasal 36 E ayat 1. Pasal itu pun tetap berlaku namun secara bersyarat.
"Menyatakan Pasal 36 E ayat 1 Undang-Undang Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana pertimbangan Mahkamah dalam putusan ini," ujar Ketua MK Arief Hidayat.
(Baca: MK Tolak Hampir Seluruh Permohonan Uji Materi UU Peternakan)
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan bahwa impor sapi dan produk olahannya dapat dilakukan dari zona (wilayah tertentu dari suatu negara) namun dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
Misalnya, dilengkapi dengan sertifikat bebas dari penyakit mulut dan kuku dari otoritas veterinary negara asal, sesuai ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan hewan dunia dan diakui oleh otoritas verterinary Indonesia.
"Pinsip kehati-hatian dan keaman maskimal mutlak diterapkan negara dalam melaksanakan pemasukan barang apapun dari luar negeri ke dalam wilayah NKRI," ujar hakim konstitusi Manahan MP Sitompul saat membacakan pertimbangan Majelis atas uji materi tersebut.
(Baca juga: Alasan MK Putuskan Impor Hewan Suatu Zona Berlaku Bersyarat)