JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung angkat bicara soal beredarnya draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rachmad mengatakan, draf itu tidak benar atau hoax.
"Setelah saya dapat informasi, kami dengan anggota yang ada mengecek kebenarannya. Ternyata itu tidak benar," ujar Noor, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (5/1/2017).
Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia itu juga mengecek langsung ke KPK saat bertemu dengan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pada rapat di Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut Noor, Syarif juga membantahnya.
Dalam dokumen dengan format PDF yang beredar, ada lampiran nota dinas Kejaksaan Agung.
Isinya ditujukan kepada Direktur Penyidikan dan Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang ditulis oleh bagian tata usaha Jampidsus.
Setelah dicek ke sana, lagi-lagi Noor dan tim mendapatkan jawaban yang sama.
"Jadi saya infokan supaya tidak simpang siur, bahwa ini tidak ada," ujar Noor.
Noor mengatakan, munculnya draf ini cukup membuat situasi memanas.
Dalam salah satu pasal, yakni Pasal 11, disebutkan bahwa KPK satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan kasus korupsi dan pencucian uang.
Artinya Polri dan Kejaksaan tidak berwenang menangani kasus tersebut.
Noor menganggap mustahil jika hanya KPK yang menangani kasus korupsi karena banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia.
"Selama ini ada tiga lembaga saja tidak habis-habis kasus korupsi, bagaimna kalau cuma satu institusi dengan tenaga terbatas?" kata Noor.
Jika memang draf itu benar adanya, Noor selaku Ketum PJI dan anggotanya akan melakukan kajian isi revisi tersebut.
Ia menduga ada pihak yang ingin memanaskan suasana di antara aparat penegak hukum.
"Kalau tidak ada, kok bisa beredar. Apakah ini salah satu bentuk perlawanan koruptor?" kata Noor.