JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membantah informasi bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika punya perangkat teknologi yang mampu menyadap seluruh data aktivitas netizen di internet.
Hal itu disampaikannya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (9/11/2016) malam.
"Tidak pernah ada yang seperti itu," ujar Rudiantara.
Ia mengatakan, informasi hoax itu kali pertama diperoleh Kemenkominfo melalui media sosial, 26 Oktober 2015.
Kementerian Kominfo langsung membuat siaran pers untuk membantah informasi itu.
Namun, informasi serupa kembali muncul.
"Dugaan kami, itu kalau ada yang search di internet, kan yang paling banyak dibaca yang muncul. Jadi mungkin bisa keluar lagi isu ini karena itu," ujar Rudiantara.
Melalui segala saluran di media sosial yang dimiliki oleh Kemenkominfo, informasi itu kembali dibantah.
Informasi hoax itu muncul di media sosial, beberapa waktu lalu.
Dalam informasi yang diakui bersumber dari Kemenkominfo itu, netizen diberi tahu agar menghindari kegiatan menyebarkan informasi sensitif di media sosial.
Misalnya, isu SARA, gambar pemimpin negara, lambang negara, serta simbol negara yang bersifat guyonan atau lelucon.
Informasi itu juga menyebutkan bahwa Kemenkominfo telah memiliki Big Data Cyber Security yang mempunyai kemampuan menemukan konten-konten itu di media sosial untuk diteruskan oleh polisi siber di Bareskrim Polri.
Sekuriti siber
Rudiantara melanjutkan, Kemenkominfo sedang mengerjakan program standardisasi cyber security.
Program itu mendorong stakeholder memiliki standar sistem sekuriti dalam setiap aplikasi internet yang dimilikinya.