JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan Ketua DPD, Irman Gusman, Fachmi, mengatakan, pihaknya berencana mengadukan proses hukum yang berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Komisi III DPR dan Ombudsman RI.
Fachmi menilai, pelimpahan berkas kliennya ke pengadilan tidak sah karena pemeriksaan tidak sesuai prosedur.
"Jelas kecewa karena tidak prosedural. Kalau memang demikian halnya kami akan coba ke DPR, Komisi 3, Ombudsman, dan segala macamnya untuk mendudukkan ini masalah. Jangan sampai penegakan hukum oleh KPK tidak berlaku sebagaimana yang berlaku di hukum positif," kata dia, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2016).
Ia tak sepakat jika Irman disebut telah menjalani pemeriksaan sehingga berkas perkaranya dianggap lengkap lalu dilimpahkan ke pengadilan.
"Itu saya bilang P21 (pelimpahan berkas) jadi tidak sah karena tersangka belum pernah diperiksa sekalipun dan saya heran kenapa bisa dijadikan P21," ujar Fachmi.
Prosedur pemeriksaan, lanjut Fachmi, memperbolehkan tersangka mendengarkan keterangan saksi yang dapat meringankan dirinya.
Hal itu sesuai Pasal 116 Ayat 3 dan 4 KUHAP.
Menurut dia, pemeriksaan Irman tidak sesuai prosedur seperti ketentuan KUHAP.
"Kalau itu (saksi) tidak diperiksa dan langsung P21 itu berarti hak tersangka dalam KUHAP telah diabaikan," kata dia.
Adapun Pasal 116 Ayat 3 KUHAP berbunyi, "dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara". Sedangkan Pasal 116 Ayat 4 KUHAP berbunyi "dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut".
KPK menangkap Irman bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istri Xaveriandy, Memi, serta adik Xaveriandy, Willy Sutanto.
Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka, kecuali Willy yang dianggap tak terkait dengan kasus ini.
Penyidik KPK mengamankan uang tunai Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih.
Uang tersebut diduga digunakan Xaveriandy untuk menyuap Irman terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.
KPK juga menangani perkara lain yang menyeret Xaveriandy. Pengusaha tersebut diduga menyuap jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal senilai Rp 365 juta.
Farizal adalah jaksa yang menangani kasus 30 ton gula tanpa standar nasional Indonesia (SNI) dengan tersangka Xaveriandy.
Perkara tersebut masih berjalan di Pengadilan Negeri Padang.