Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biaya Pilkada Picu Korupsi

Kompas.com - 27/09/2016, 16:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Biaya yang dibutuhkan pasangan calon pada Pilkada 2017 umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan pendapatan resmi mereka sebagai kepala daerah jika menang dalam pilkada. Tanpa pengawasan yang ketat, kondisi ini dapat menjadi awal dari korupsi di daerah.

Data Litbang Kementerian Dalam Negeri atas pendanaan pilkada serentak 2015 menunjukkan, biaya yang dikeluarkan pasangan calon untuk pilkada tingkat kota/kabupaten bisa mencapai Rp 30 miliar.

Sementara uang yang dikeluarkan pasangan calon untuk pemilihan gubernur berkisar Rp 20 miliar-Rp 100 miliar.

Biaya itu diperkirakan makin besar di Pilkada 2017. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menjadi dasar pelaksanaan Pilkada 2017 menyebutkan, pasangan calon kepala daerah diizinkan menambah bahan dan alat peraga kampanye dengan batasan yang sudah ditentukan, selain yang sudah ditanggung negara.

Pada regulasi terdahulu, UU No 8/2015 yang menjadi dasar hukum Pilkada 2015, bahan kampanye, alat peraga kampanye, iklan, dan debat publik yang diperbolehkan hanya yang didanai oleh negara lewat KPU daerah.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di Jakarta, Senin (26/9/2016), menuturkan, perubahan regulasi itu terjadi karena ada pendapat bahwa pembatasan pengeluaran membuat masa kampanye sepi.

Namun, Ferry khawatir, perubahan peraturan itu memunculkan korupsi atau praktik lain yang mencederai tata kelola pemerintahan yang baik. Pasalnya, biaya yang dikeluarkan pasangan calon saat pilkada jauh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan resmi mereka jika terpilih jadi kepala daerah.

Tak sebanding

Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek, kemarin, menyebutkan, gaji pokok bupati/wali kota Rp 2,1 juta per bulan, sedangkan gubernur Rp 3 juta setiap bulan. Jika ditambah dengan tunjangan istri dan anak, gaji yang dibawa pulang Rp 5,6 juta-Rp 8,7 juta.

Kepala daerah memang memiliki hak atas belanja penunjang operasional dan insentif pemungutan. Dengan pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta 2015 sebesar Rp 44 triliun, belanja penunjang operasional Gubernur dan Wakil Gubernur DKI bisa Rp 66 miliar per tahun.

Sebaliknya, untuk Sulawesi Barat yang PAD-nya Rp 220 miliar pada 2015, belanja penunjang operasional kepala daerah paling rendah Rp 750 juta atau paling tinggi 0,4 persen dari PAD atau sekitar Rp 880 juta.

Meski kepala daerah punya pendapatan lain selain gaji, biaya pilkada tetap dinilai amat besar.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Agustin Teras Narang mengatakan, untuk menutupi biaya di pilkada, partai turut menyumbang meski tidak terlalu signifikan. Pada pilkada sebelumnya, besar dana dari partai ini bisa lebih dari Rp 50 juta untuk satu daerah.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani menuturkan, sebagian besar biaya pencalonan dan kampanye saat pilkada dibebankan kepada kandidat.

”Partai tidak bisa berkontribusi banyak secara finansial karena sejujurnya partai tidak punya uang,” ujarnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com