Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammadiyah Bakal Gugat UU "Tax Amnesty" ke MK

Kompas.com - 29/08/2016, 18:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammadiyah berencana mengajukan uji materi UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ada beberapa alasan langkah itu diambil.

Pertama, UU tersebut dinilai tak adil bagi masyarakat.

"Kebijakan ini melenceng dari tujuan dan akan membebani masyarakat," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri seperti dikutip Kontan.

Tujuan awal tax amnesty adalah memberikan pengampunan ke para konglomerat yang memarkirkan dananya di luar negeri agar dapat dikembalikan ke dalam negeri. 

(baca: Istana Sebut Ada Pihak yang Politisasi Kebijakan "Tax Amnesty")

Kenyataanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini.

"Jika tidak ikut, kena sanksi," katanya.

Padahal, kata Syaiful, rakyat tak punya kesalahan seperti yang dilakukan oleh para pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri.

Dengan begitu, aturan itu menyamakan rakyat dengan para konglomerat yang menghindari pajak. 

Kedua, pembahasan UU Pengampunan Pajak dianggap tidak transparan karena dilakukan dengan cepat dan tanpa naskah akademik.

(baca: Pejabat Publik Didesak Ikut "Tax Amnesty", ini Kata Jusuf Kalla)

Rencana gugatan ini merupakan hasil rapat kerja nasional Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, akhir pekan kemarin.

Selanjutnya, kajian ini akan diserahkan ke Pimpinan Pusat untuk diputuskan pada September  2016 ini.

Tak hanya Muhammadiyah, sebelumnya Yayasan Satu Keadilan dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia juga telah menggugat 11 pasal dalam l UU Pengampunan Pajak.

(baca: Penghujung Agustus, Dana Repatriasi "Tax Amnesty" Baru 0,76 Persen dari Target)

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com