JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammadiyah berencana mengajukan uji materi UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ada beberapa alasan langkah itu diambil.
Pertama, UU tersebut dinilai tak adil bagi masyarakat.
"Kebijakan ini melenceng dari tujuan dan akan membebani masyarakat," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Syaiful Bahri seperti dikutip Kontan.
Tujuan awal tax amnesty adalah memberikan pengampunan ke para konglomerat yang memarkirkan dananya di luar negeri agar dapat dikembalikan ke dalam negeri.
(baca: Istana Sebut Ada Pihak yang Politisasi Kebijakan "Tax Amnesty")
Kenyataanya, aturan ini meluas hingga rakyat biasa juga diwajibkan ikut program ini.
"Jika tidak ikut, kena sanksi," katanya.
Padahal, kata Syaiful, rakyat tak punya kesalahan seperti yang dilakukan oleh para pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri.
Dengan begitu, aturan itu menyamakan rakyat dengan para konglomerat yang menghindari pajak.
Kedua, pembahasan UU Pengampunan Pajak dianggap tidak transparan karena dilakukan dengan cepat dan tanpa naskah akademik.
(baca: Pejabat Publik Didesak Ikut "Tax Amnesty", ini Kata Jusuf Kalla)
Rencana gugatan ini merupakan hasil rapat kerja nasional Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah di Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, akhir pekan kemarin.
Selanjutnya, kajian ini akan diserahkan ke Pimpinan Pusat untuk diputuskan pada September 2016 ini.
Tak hanya Muhammadiyah, sebelumnya Yayasan Satu Keadilan dan Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia juga telah menggugat 11 pasal dalam l UU Pengampunan Pajak.
(baca: Penghujung Agustus, Dana Repatriasi "Tax Amnesty" Baru 0,76 Persen dari Target)