Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Sebut Ada Pihak yang Politisasi Kebijakan "Tax Amnesty"

Kompas.com - 29/08/2016, 14:09 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski banyak yang mendukung, banyak pula yang menjegal Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.

Mulai dari diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi (MK), undang-undang tersebut juga ditentang di media sosial, hingga dipetisikan di situs Change.org.

Lantas, apa komentar pemerintah atas kondisi itu?

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa pemerintah memang harus membuktikan efektivitas UU tersebut.

Harus ada bukti bahwa UU tersebut berhasil meningkatkan pendapatan negara dan berimbas positif bagi pembangunan.

(Baca: Penghujung Agustus, Dana Repatriasi "Tax Amnesty" Baru 0,76 Persen dari Target)

"Memang ada pertanyaan yang seharusnya segera dijawab oleh kalangan Ditjen Pajak ataupun kalangan Kementerian Keuangan yang berkaitan dengan apa yang beredar," ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Senin (29/8/2016).

Namun, persoalannya, keberhasilan amnesti pajak tak bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek.

Pramono mengatakan, Presiden Joko Widodo tetap akan merespons penolakan-penolakan tersebut. Kepala Negara, lanjut Pramono, akan meminta Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan untuk memberikan penjelasan komprehensif terkait UU tersebut.

"Pemerintah, dalam hal ini Presiden, akan segera meminta Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak untuk menjelaskan keresahan ini jangan sampai ke mana-mana. Soalnya ini kan viral di orang, di-framing orang," ujar Pramono.

"Sekali lagi saya katakan, semangat utama dari tax amnesty ini adalah bagaimana dana-dana besar yang ada di luar direpatriasi atau dideklarasi, masuk ke dalam. Ini benar-benar membutuhkan waktu dan mudah-mudahan Desember ini makin besar dana yang masuk," lanjut dia.

Di sisi lain, Pramono melihat penolakan-penolakan tersebut bukanlah bersumber dari rakyat, melainkan ada pihak yang memoilitisasi isu tersebut.

"Ada orang yang menggunakan ini menjadi rumor isu politik. Saya membaca ini semua dan kita juga minta Dirjen Pajak segera mengantisipasi ini. Jangan sampai rumor ini menjadi berkembang di masyarakat," ujar Pramono.

(Baca: Wapres Kalla Prediksi Peserta "Tax Amnesty" Akan Ramai pada September)

Diketahui, kebijakan amnesti pajak dipetisikan di www.change.org. Situs itu memperlihatkan, sebanyak 11.384 orang menyetujui pembatalan kebijakan itu dengan alasan ketidakadilan.

Selain itu, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas juga menentang pengampunan pajak. Menurut dia, sasaran kebijakan tersebut seharusnya pengusaha kelas kakap, bukan rakyat jelata.

"Sasarannya harus dievaluasi juga, jangan sampai justru masyarakat kecil terkena dampaknya. Tax amnesty ini sebenarnya ditujukan untuk orang yang mengalami problem dalam kewajiban pajak, dan orang ini hanya beberapa gelintir saja. Uangnya pun diparkir di luar negeri. Akan tetapi, semua masyarakat terkena imbasnya dan ini membuat gaduh," ujar Busyro.

Oleh sebab itu, PP Muhammadiyah akan mengajukan permohonan uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi.

 

Kompas TV Pencapaian "Tax Amnesty" Masih Sangat Rendah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com