Penyebaran ujaran kebencian di media sosial di Indonesia sudah berlangsung lama. Namun, kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 29 dan 30 Juli lalu, menjadi peringatan bagi pemerintah untuk lebih "waspada" terhadap kerusakan yang ditimbulkan jika media sosial digunakan untuk membakar amarah.
Kini pertanyaannya, apa solusi yang paling tepat mengendalikan ujaran kebencian?
Jamie Bartlett, Direktur Pusat Analisis Media Sosial pada kajian Demos, menulis buku yang agak berbeda dari isu arus utama soal pertautan antara internet, termasuk media sosial dan demokrasi.
Alih-alih menulis bagaimana internet membantu penguatan demokrasi, dalam buku The Dark Net: Inside the Digital Underworld (2014), Bartlett menguraikan sisi "gelap" internet dari hasil observasi partisipatifnya, mulai dari situs pasar asasinasi, trolling (provokasi), perdagangan obat terlarang dalam jaringan, pornografi anak, hingga penyebaran pesan kebencian dari kelompok garis keras sayap kanan Eropa.
Barlett tidak berniat menumbuhkan ketidakpercayaan terhadap internet. Namun, ia ingin mendudukkan internet sebagai alat yang sudah bertautan erat dengan kehidupan manusia. Sebagai alat, internet bisa berdampak positif, tetapi juga negatif.
Menurut dia, internet sudah menjadi platform politik yang penting di berbagai belahan dunia, mulai dari kampanye Barack Obama di Amerika Serikat hingga flash mob gerakan pendudukan.
"Akan tetapi, teknik yang sama juga digunakan gerakan-gerakan politik ekstrem untuk menyebarkan pesan kebencian dan merekrut pendukung baru," tulis Barlett dalam buku itu.
Di Indonesia, contoh positif dan negatif media sosial sama-sama ada. Penggunaan media sosial untuk aktivitas kriminal sudah beberapa kali diungkap Polri, semisal prostitusi daring ataupun penipuan berbasis media daring.
Selain itu, muncul ujaran kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan. Di tingkat lebih parah, juga muncul penyebaran paham dan perekrutan anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dengan menggunakan media daring.
Untuk menindak penyebar ujaran kebencian, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, juga ada Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.