Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Obat Mujarab Menghadapi Ujaran Kebencian

Kompas.com - 09/08/2016, 11:10 WIB

Penyebaran ujaran kebencian di media sosial di Indonesia sudah berlangsung lama. Namun, kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara, 29 dan 30 Juli lalu, menjadi peringatan bagi pemerintah untuk lebih "waspada" terhadap kerusakan yang ditimbulkan jika media sosial digunakan untuk membakar amarah.

Kini pertanyaannya, apa solusi yang paling tepat mengendalikan ujaran kebencian?

Jamie Bartlett, Direktur Pusat Analisis Media Sosial pada kajian Demos, menulis buku yang agak berbeda dari isu arus utama soal pertautan antara internet, termasuk media sosial dan demokrasi.

Alih-alih menulis bagaimana internet membantu penguatan demokrasi, dalam buku The Dark Net: Inside the Digital Underworld (2014), Bartlett menguraikan sisi "gelap" internet dari hasil observasi partisipatifnya, mulai dari situs pasar asasinasi, trolling (provokasi), perdagangan obat terlarang dalam jaringan, pornografi anak, hingga penyebaran pesan kebencian dari kelompok garis keras sayap kanan Eropa.

Barlett tidak berniat menumbuhkan ketidakpercayaan terhadap internet. Namun, ia ingin mendudukkan internet sebagai alat yang sudah bertautan erat dengan kehidupan manusia. Sebagai alat, internet bisa berdampak positif, tetapi juga negatif.

Menurut dia, internet sudah menjadi platform politik yang penting di berbagai belahan dunia, mulai dari kampanye Barack Obama di Amerika Serikat hingga flash mob gerakan pendudukan.

"Akan tetapi, teknik yang sama juga digunakan gerakan-gerakan politik ekstrem untuk menyebarkan pesan kebencian dan merekrut pendukung baru," tulis Barlett dalam buku itu.

Di Indonesia, contoh positif dan negatif media sosial sama-sama ada. Penggunaan media sosial untuk aktivitas kriminal sudah beberapa kali diungkap Polri, semisal prostitusi daring ataupun penipuan berbasis media daring.

Selain itu, muncul ujaran kebencian berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan. Di tingkat lebih parah, juga muncul penyebaran paham dan perekrutan anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dengan menggunakan media daring.

Untuk menindak penyebar ujaran kebencian, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Selain itu, juga ada Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.

Penangkal

Menurut Doddy BU, pendiri Information Communication and Technology (ICT) Watch, Rabu (3/8), tidak ada obat instan penyembuh segala penyakit untuk menghadapi penyebaran ujaran kebencian di media sosial.

Penindakan terhadap orang-orang yang menyebarkan ujaran kebencian hanya menyelesaikan persoalan di hilir, tetapi tidak di sumber.

Idealnya, upaya mengatasi penyebaran ujaran kebencian dimulai dari pertanyaan mengapa ujaran kebencian itu marak?

Doddy punya hipotesis untuk persoalan di Indonesia. Menurut dia, sebelum reformasi 1998, kebebasan berpendapat dan pertukaran informasi diredam pemerintah sehingga kultur berdebat kritis dan beragumentasi kurang terlatih.

Ketika kebebasan berekspresi terbuka setelah reformasi, orang-orang belum sepenuhnya paham bagaimana mengungkapkan ekspresinya, tetapi tetap menghormati orang lain.

Sementara itu, pada saat bersamaan, pengguna internet di Indonesia mulai tumbuh, tetapi tidak ada upaya mendorong literasi bermedia sosial.

Kaum "pribumi" digital, orang-orang yang lahir menjelang atau setelah milenium kedua, di Indonesia, minim informasi soal bagaimana kode etik bermedia sosial atau berinternet yang sehat.

Akibatnya, tidak sedikit netizen atau pengguna internet yang tidak tahu batasan antara kritik, ujaran kebencian atau bahkan ujaran berbahaya yang mengarah pada ajakan untuk mencelakakan orang lain.

Oleh karena itu, Doddy berpendapat solusi yang paling pas ialah mendorong gerakan literasi media sosial.

Di negara-negara Eropa yang konon kehidupan demokrasinya sudah lebih matang dibandingkan Indonesia, ujaran kebencian juga mendapat perhatian serius.

Komisi Eropa pada pengujung Mei 2016 "memaksa" perusahaan teknologi informasi besar menerapkan kode perilaku dalam menghadapi ujaran kebencian ilegal di dunia maya. Facebook, Twitter, Youtube, dan Microsoft menyepakati beberapa langkah, termasuk menghapus konten berisi ujaran kebencian dalam waktu kurang dari 24 jam (Europa.eu 31/5/2016).

Langkah ini juga bukan bebas dari kritik karena ada pengamat yang mempertanyakan batasan "ujaran kebencian".

Pengajar Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Budiawan, berpendapat, sensor konten oleh penyedia layanan media sosial itu secara teknis sukar diterapkan.

Pasalnya, sensor konten akan dilakukan secara mekanis dengan berdasar pada kata kunci tertentu yang bisa saja tak tepat konteks.

Namun, itu tak berarti tak ada jalan untuk mengatasi persoalan itu. Apalagi, jika terus dibiarkan, dampak yang ditimbulkan ujaran kebencian bisa berbahaya.

"Itu (dampaknya) seperti mempertebal prasangka atau mempertebal kebencian yang bisa berlanjut pada tindakan destruktif yang berbahaya," katanya.

Budiawan sependapat dengan Doddy bahwa cara efektif mengendalikan ujaran kebencian di media sosial ialah lewat gerakan literasi media sosial.

Dalam jangka panjang, lebih efektif mengurangi "permintaan" ujaran kebencian ketimbang menekan "pasokan" ujaran kebencian di media sosial.

Apabila netizen sudah makin "melek" etika bermedia sosial, akan muncul sikap swasensor. Bentuk sensor ini, kata Budiawan, bukan dalam hal membatasi daya kritis, tetapi untuk mempertimbangkan dampak dari perbuatan terhadap orang lain.

Pemahaman etika ini penting karena media sosial memungkinkan setiap orang menjadi "penulis" sekaligus "editor" atas konten yang hendak mereka unggah. Bagaimana pendapat Anda? (ANTONY LEE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com