Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/07/2016, 11:00 WIB

Oleh: Abdillah Toha

Kocok ulang atau reshuffle kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah menjadi bahan pergunjingan selama lebih dari lima bulan terakhir.

Kadang-kadang meninggi, kemudian hilang dan tenggelam oleh berita lain, tetapi kemudian muncul lagi, begitu terus. Belakangan makin santer dikabarkan reshuffle akan segera diumumkan pekan ini.

Berbagai spekulasi dan informasi bertebaran. Ada yang membuat perkiraan berdasarkan analisis performa menteri, ada juga yang menebar berita susunan baru kabinet dengan merekayasa promosi untuk tokoh-tokoh yang diharapkan pengikutnya bisa masuk jajaran kabinet.

Tertunda-tundanya kepastian perombakan kabinet ini tidak menguntungkan semua pihak. Moral pembantu presiden akan merosot, kalangan usaha dan swasta bisa menunda keputusan bisnisnya, politisi di partai politik dan DPR akan makin bermanuver, sedangkan keragu-raguan Presiden akan menurunkan wibawanya.

Jika terjadi perombakan kabinet bulan ini, maka ini adalah kocok ulang kedua dan format kabinet ketiga dalam waktu 19 bulan kabinet Jokowi-JK, sekaligus kemungkinankocok ulang terakhir karena setelah ini masa kepresidenan yang efektif akan tersisa hanya dua tahun sebelum tahun terakhir yang biasanya akan direcoki dengan persiapan pemilihan presiden berikutnya.

Artinya apa? Artinya, dengan sisa masa kepresidenan yang singkat dan berbagai pengalaman sebelum ini, sudah seharusnya tidak bisa lagi main coba-coba copot pasang sana-sini, tetapi harus ada keyakinan bahwa kabinet yang baru nanti adalah kabinet ideal di mata Presiden.

Kabinet yang benar-benar akan efektif membumikan kebijakan Presiden.

Harus diakui bahwa bagi seorang Jokowi yang bukan bos partai apa pun tidak mudah baginya untuk menyusun sebuah kabinet yang efektif, tetapi pada waktu bersamaan dapat meraih dukungan politik yang nantinya tidak akan mengganggu jalannya roda pemerintahan.

Unsur kompromi politik

Mau tidak mau, unsur kompromi politik tetap akan mewarnai keputusan Presiden. Apalagi sekarang dua anggota Koalisi Merah Putih yang tadinya beroposisi sudah pindah gelanggang dan mendukung pemerintah.

Tentunya semua itu ada harga yang harus ditebus Jokowi. Jika tidak ingin menambah portofolio kabinet, jatah partai pendukung pemula Jokowi akan dikurangi dan diisi oleh pendatang baru. Bahkan, porsi profesional independen pun bisa terancam.

Belum lagi perlunya tetap mempertahankan keseimbangan jender, asal daerah, agama, etnis, dan lain-lain.

Kesemuanya itu bisa jadipenyebab Presiden kita maju mundur dalam menetapkan susunan kabinet baru. Apakah memang harus demikian?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com