Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Politik Uang dalam UU Pilkada Dianggap Bisa Korbankan Pemilih

Kompas.com - 03/06/2016, 21:00 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menganggap aturan soal politik uang dalam hasil akhir revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 belum mengatur secara rinci terkait definisi politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Sempitnya definisi terstruktur, sistematis dan masif (TSM) tersebut dikhawatirkan justru akan merugikan pemilih.

"Ini agak rumit. Bagaimana menentukan orang bisa dihukum secara administratif dan dibatalkan dari pasangan calon ketika dia disebut TSM itu?" ujar Masykurudin saat ditemui di Gedung Bawaslu RI, Thamrin, Jakarta, Jumat (3/6/2016).

"Yang disebut terstruktur apa, masif apa, masif apa," lanjut dia.

Masykurudin menambahkan, banyak yang mengenal istilah TSM tersebut hanya digunakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), terutama dalam penanganan sengketa perselisihan hasil Pilkada. Pola yang diterapkan MK pun berbeda di setiap level Pilkada.

(Baca: Ini Poin-poin yang Disahkan dalam Revisi UU Pilkada )

Ia mencontohkan, definisi masif yang bisa diartikan sebagai bentuk politik uang yang terjadi di semua kecamatan. Kemudian, karena pemilih di kecamatan tersebut menerima uang, maka mereka lah yang akan dikatakan melakukan politik uang.

"Kalau masif dikatakan sejumlah kegiatan di sejumlah kecamatan, yang jadi korban pemilih," kata Masykurudin.

Padahal, lanjut dia, sebagian besar uang yang digelontorkan bukan untuk pemilih tapi ke broker, yaitu kepala suku dan adat. Pasangan calon memberikan sejumlah uang pada orang "kuat" tertentu, kemudian kepada operator baru kemudian dibagikan kepada masyarakat.

Jika kedapatan melakukan bagi-bagi uang, maka yang kena adalah operator dan pemilih. Sedangkan pihak-pihak di atasnya cenderung tak tersentuh.

"Karena itu, dalam menyusun TSM jangan sampai yang kena hukumannya adalah operator dan pemilih karena justru akan mengorbankan pemilih kita," tutup Masykurudin.

Kompas TV Revisi UU Pilkada Dibawa ke Paripurna DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com