JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mengatakan sudah seharusnya pemerintah memberikan restitusi (ganti rugi) kepada korban kekerasan seksual. Menurut dia, hal itu sebagai bentuk kompensasi atas lalainya negara menjaga keamanan warganya.
"Ini yang saya lihat tidak dibahas di dalam Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) Perlindungan Anak yang baru keluar ini, harusnya itu dimasukan sebagai sebuah terobosan," tutur Maman dalam paparannya di Rapat Kerja Gabungan di Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/5/2016).
Maman menilai hal itu penting untuk dilakukan sebab korban membutuhkan fasilitas pemulihan kejiwaan atas trauma yang menimpanya.
"Karena itu saya lihat Perppu yang mencantumkan hukuman kebiri ini belum benar-benar mempertimbangkan kondisi korban," ujar Maman.
(Baca: Menkumham: Hukuman Kebiri Tergantung Putusan Hakim)
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Namun oleh sebagian kalangan Perppu ini dinilai tak efektif untuk menekan terjadinya tindak kekerasan seksual di Indonesia. Karena pasca efek kebiri, tak ada jaminan pelaku benar-benar berhenti melakukan tindak kejahatan seksual.