Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Tak Hadir Sidang Mediasi PPP, Jokowi Diperbolehkan Lakukan Telekonferensi

Kompas.com - 06/04/2016, 15:55 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diminta hadir dalam proses mediasi Partai Persatuan Pembangunan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan depan.

Mediasi tersebut merupakan lanjutan dari proses mediasi yang telah dilaksanakan Rabu (6/4/2016) siang.

"Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, semua pihak prinsipal itu harus hadir langsung, termasuk Pak Presiden," kata Kuasa Hukum Djan Faridz, Humphrey R. Djemat di PN Jakarta Pusat, Rabu siang.

"Pak Djan Faridz sebagai pihak penggugat juga akan hadir," ujarnya.

Namun, jika berhalangan hadir, lanjut dia, maka dimungkinkan bagi Presiden untuk menggunakan teknologi telekonferensi.

"Tidak masalah, (teleconference) bisa. Yang penting waktu teleconference, fisik presiden ada. Cuma tidak di situ (pengadilan). Tapi di tempat lain lain," ujar Humphrey.

Aturan mengenai penggunaan telekonferensi juga disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh (sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 3) dianggap sebagai kehadiran langsung.

Lebih lanjut, aturan itu dijelaskan pada Pasal 6 Ayat 3 dan 4 (d) bahwa ketidakhadiran para pihak dalam mediasi hanya dapat dilakukan dengan alasan sah, salah satunya menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Djan Faridz sebelumnya mengajukan gugatan terhadap pemerintah lantaran tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 601/2015.

Dalam putusannya, MA membatalkan putusan PTUN yang mengesahkan SK kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya.

Menkumham telah mencabut SK kubu Romahurmuziy pada Januari 2016. Meski demikian, Menkumham tak mengesahkan kepengurusan Djan Faridz. 

Sebaliknya, Menkumham justru menghidupkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung dan memberi tenggat waktu enam bulan untuk menyelenggarakan muktamar islah.

Menurut Djan, tindakan yang dilakukan pemerintah merupakan perbuatan melawan hukum. Tak hanya menggugat ketiganya, Djan juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada pemerintah.

(Baca: PPP Kubu Djan Faridz Gugat Jokowi Rp 1 Triliun)

Mediasi sempat tertunda pada persidangan kedua. Meski perwakilan dua tergugat hadir pada sidang Selasa (29/3/2016) lalu, hakim Baslin Sinaga yang memimpin sidang memutuskan untuk tetap menundanya.

Sebab, surat kuasa yang diberikan kepada tim hukum Kemenkumham tidak ditandatangani oleh Yasonna.

Namun, pada persidangan hari ini, surat kuasa yang diberikan pada tim hukum tergugat seluruhnya ditandatangani langsung oleh tergugat sehingga bisa dinaikkan ke proses mediasi. (Baca: Pengadilan Mediasi Kubu Djan Faridz dengan Pemerintah)

Kompas TV Bertemu Jokowi, Romi PPP Bahas "Reshuffle"?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com