JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diminta hadir dalam proses mediasi Partai Persatuan Pembangunan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu pekan depan.
Mediasi tersebut merupakan lanjutan dari proses mediasi yang telah dilaksanakan Rabu (6/4/2016) siang.
"Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, semua pihak prinsipal itu harus hadir langsung, termasuk Pak Presiden," kata Kuasa Hukum Djan Faridz, Humphrey R. Djemat di PN Jakarta Pusat, Rabu siang.
"Pak Djan Faridz sebagai pihak penggugat juga akan hadir," ujarnya.
Namun, jika berhalangan hadir, lanjut dia, maka dimungkinkan bagi Presiden untuk menggunakan teknologi telekonferensi.
"Tidak masalah, (teleconference) bisa. Yang penting waktu teleconference, fisik presiden ada. Cuma tidak di situ (pengadilan). Tapi di tempat lain lain," ujar Humphrey.
Aturan mengenai penggunaan telekonferensi juga disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kehadiran para pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh (sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 3) dianggap sebagai kehadiran langsung.
Lebih lanjut, aturan itu dijelaskan pada Pasal 6 Ayat 3 dan 4 (d) bahwa ketidakhadiran para pihak dalam mediasi hanya dapat dilakukan dengan alasan sah, salah satunya menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Djan Faridz sebelumnya mengajukan gugatan terhadap pemerintah lantaran tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 601/2015.
Dalam putusannya, MA membatalkan putusan PTUN yang mengesahkan SK kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya.
Menkumham telah mencabut SK kubu Romahurmuziy pada Januari 2016. Meski demikian, Menkumham tak mengesahkan kepengurusan Djan Faridz.
Sebaliknya, Menkumham justru menghidupkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung dan memberi tenggat waktu enam bulan untuk menyelenggarakan muktamar islah.
Menurut Djan, tindakan yang dilakukan pemerintah merupakan perbuatan melawan hukum. Tak hanya menggugat ketiganya, Djan juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada pemerintah.
(Baca: PPP Kubu Djan Faridz Gugat Jokowi Rp 1 Triliun)
Mediasi sempat tertunda pada persidangan kedua. Meski perwakilan dua tergugat hadir pada sidang Selasa (29/3/2016) lalu, hakim Baslin Sinaga yang memimpin sidang memutuskan untuk tetap menundanya.
Sebab, surat kuasa yang diberikan kepada tim hukum Kemenkumham tidak ditandatangani oleh Yasonna.
Namun, pada persidangan hari ini, surat kuasa yang diberikan pada tim hukum tergugat seluruhnya ditandatangani langsung oleh tergugat sehingga bisa dinaikkan ke proses mediasi. (Baca: Pengadilan Mediasi Kubu Djan Faridz dengan Pemerintah)